Foto: Politisi PDIP Guntur Romli (dok pribadi)
Jakarta Media Duta - Politikus PDIP Guntur Romli menyinggung jejak hakim Djuyamto yang menjadi salah satu tersangka penerimaan suap terkait putusan lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Djuyamto diketahui sebelumnya menjadi hakim tunggal praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Guntur awalnya bicara terkait adanya jaringan pengurusan perkara di pengadilan. Dia mengaku mendengar ketiga hakim yang kini ditetapkan tersangka suap termasuk dalam jaringan tersebut.
"Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.
Guntur awalnya bicara terkait adanya jaringan pengurusan perkara di pengadilan. Dia mengaku mendengar ketiga hakim yang kini ditetapkan tersangka suap termasuk dalam jaringan tersebut.
"Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.
Saya juga memperoleh informasi bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta dan hakim MA bernisial Y ini memiliki jaringan pengurusan perkara di pengadilan," kata Guntur dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).
Guntur mengkau cemas dengan integritas hakim serta pengadilan buntut kasus Djuyamto tersebut. Ia lantas bicara terkait nasib Hasto Kristiyanto.
"Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang," jelasnya.
"Mas Hasto bukan pejabat publik/negara dan tidak ada kerugiaan negara dalam kasus ini serta jumlah uang yang dituduhkan oleh KPK sejumlah Rp 600 juta dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta uang itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto," lanjutnya.
Karena itu lah, ia menyebut Hasto merupakan tahanan politik. Dia juga menyatakan benar adanya 'tangan-tangan' tersembunyi di lembaga peradilan.
"Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui 'tangan-tangan tersembunyi' di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto.
Guntur mengkau cemas dengan integritas hakim serta pengadilan buntut kasus Djuyamto tersebut. Ia lantas bicara terkait nasib Hasto Kristiyanto.
"Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang," jelasnya.
"Mas Hasto bukan pejabat publik/negara dan tidak ada kerugiaan negara dalam kasus ini serta jumlah uang yang dituduhkan oleh KPK sejumlah Rp 600 juta dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta uang itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto," lanjutnya.
Karena itu lah, ia menyebut Hasto merupakan tahanan politik. Dia juga menyatakan benar adanya 'tangan-tangan' tersembunyi di lembaga peradilan.
"Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui 'tangan-tangan tersembunyi' di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto.
Apalagi hakim MA berinisial Y itu masih bebas berkeliaran yang dikhawatirkan akan melalukan intervensi kembali pada kasus pengadilan Mas Hasto yang sedang berlangsung ini," ujar dia.
Guntur lantas bicara terkait sulitnya mencari keadilan di Indonesia saat ini. Ia juga menegaskan karma itu nyata terhadap Djuyamto.
"Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mencari keadilan di tengah terjangan kasus dan suap yang mencinderai marwah hakim dan lembaga peradilan saat ini.
Guntur lantas bicara terkait sulitnya mencari keadilan di Indonesia saat ini. Ia juga menegaskan karma itu nyata terhadap Djuyamto.
"Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mencari keadilan di tengah terjangan kasus dan suap yang mencinderai marwah hakim dan lembaga peradilan saat ini.
Namun Gusti ora sareh. Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah tidur. Satyam Eva Jayate. Kebenaran Pasti akan Menang. Dan, karma itu nyata," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua PN Jaksel ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kasus suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Majelis hakim saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.
Tiga hakim itu adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto. Ketiganya diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut.
Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Simak Video 'Jadi Tersangka Kasus Vonis Ekspor CPO, Hakim Sidang Tom Lembong Diganti':
(maa/dhn)
Sebelumnya, Ketua PN Jaksel ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kasus suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Majelis hakim saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.
Tiga hakim itu adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto. Ketiganya diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut.
Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Simak Video 'Jadi Tersangka Kasus Vonis Ekspor CPO, Hakim Sidang Tom Lembong Diganti':
(maa/dhn)
Posting Komentar untuk "PDIP Sentil Tersangka Vonis Lepas Migor Pernah Adili Praperadilan Hasto"