Terlanjur Disebut Mampu Bayar Rp 48 M Denda Pagar Laut Tangerang

Jakarta Media Duta,- Terlanjur disebut mampu bayar Rp 48 miliar denda pagar laut Tangerang, pengacara Kades Kohod malah membantah hal itu.

Menurut kuasa hukum Arsin, Yunisar, sangkaan terhadap kliennya tersebut merupakan hal yang tidak berdasar.

Ia juga menuding sangkaan tersebut dipaksakan untuk menjerat kliennya.

"Tanggapan kami bahwa pernyataan Menteri KKP tidak mendasar. Semua yang disampaikan yang terhormat Menteri KKP," ucapnya di Tangerang, Sabtu, seperti dikutip dari ANTARA.

Ia mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui dan belum menerima surat penetapan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pemagaran laut Tangerang.

"Karena kami belum tahu pertimbangan dan isi surat penetapannya sehingga mohon belum bisa banyak menanggapi," ujarnya.

Meski demikian, kuasa hukum Kades Arsin tetap akan menghargai hasil keputusan dan tugas serta kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

"Sekalipun demikian kami hargai sebagai tupoksi beliau. Tapi hingga hari ini klien kami belum tahu dan belum menerima pemberitahuan resminya.

Kami tahu dari berita, jika pemberitahuan resminya sudah kami terima, akan kami sampaikan dan diskusikan dengan klien mengingat klien saat ini di dalam tahanan," kata dia.

Sebelumnya, adanya denda RP 48 miliar itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono,  dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI pada Kamis (27/2/2025).

Trenggono mengatakan pihaknya memberikan sanksi denda Rp 48 miliar kepada Kades Kohod Arsin dan perangkat desa berinisial T, buntut pemasangan pagar laut di Tangerang.

Trenggono menjelaskan keduanya diberikan sanksi denda setelah mengakui menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam memasang pagar laut di Tangerang.Keduanya juga sudah mengeluarkan surat yang menyatakan kesiapan diberikan sanksi denda.

Namun, pernyataan Menteri KKP ini dibantah keras oleh warga.

Kuasa hukum warga Alar Jiban, Henri Kusuma, menyebut pemasangan pagar laut di Tangerang memang dilakukan oleh Arsin sejak 2021. 

Namun, di situ Arsin hanya sebagai mandornya, bukan penyandang dananya. "Kalau masalah pemasangan pagar laut itu, ya, data dan fakta yang kami peroleh itu memang mandor utama adalah Arsin, itu sejak dari 2021," kata Henri Kusuma, di Kohod, Kamis (27/2/2025), dilansir Kompas.com.

Namun, mengenai pembiayaan pembangunan pagar laut itu, Henri meyakini Arsin tak mungkin menggunakan dana pribadi.

Untuk itu, Henri menyerahkan penyelidikan soal dana itu kepada Bareskrim Polri agar diusut.

"Sangat tidak mungkin menurut saya. Nah, oleh karena itu, ya, itu ranah penyidik Bareskrim, dari mana biaya-biaya itu," kata dia.

Henri mengatakan, dari taksiran pihaknya, biaya pembangunan pagar laut nilainya lebih dari denda yang dibebankan kepada Arsin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni sebesar Rp48 miliar.

"Menurut perhitungan kami, dana itu sekitar Rp 50 miliar sampai 60 miliar, tidak mungkin Arsin biaya sendiri," kata dia.

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyebut Trenggono terkesan menutup-nutupi dalang di balik kasus pembangunan pagar laut Tangerang.
 
Firman mengaku tidak puas dengan jawaban dan penjelasan dari Trenggono yang menyebut pagar laut Tangerang itu dibangun oleh Arsin dan stafnya.

"Saya sebagai Anggota Komisi IV tidak puas dengan jawaban menteri, menteri terkesan masih menutup-nutupi ada apa," ucap Firman usai Rapat Komisi IV DPR RI bersama KKP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Firman meyakini masih ada aktor intelektual yang mengarahkan Arsin untuk membangun pagar laut itu, tetapi belum tersentuh oleh KKP.

Dia pun meminta agar KKP memanggil Arsin dan T untuk didalami soal dalang yang ada di belakangnya agar kasus pagar laut ini bisa segera tuntas.

Pasalnya, menurut Firman, tidak mungkin seorang kades mempunyai uang miliaran untuk mendanai pembangunan pagar laut hingga membayar denda.

"Ini harus tuntas dan harus diungkap siapa aktor di belakangnya, karena enggak mungkin kepala desa dengan Rp 48 miliar itu mampu," ucap Firman. 

"Kemarin hanya beli bambu 17 m belum pemasangan per meter persegi 1000 kali 30,16 kilometer, berapa jumlahnya cukup besar," kata dia.

"Belum sampai ke siapa yang menskenariokan dan nggak mungkin dia kepala desa mampu membayar Rp 48 miliar," imbuh politikus Partai Golkar tersebut.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri KKP, Firman juga bersuara lantang. 

Dia mempertanyakan dari mana seorang kepala desa bisa memiliki uang miliaran untuk membangun pagar laut dari bambu sepanjang 30,16 kilometer. Mengingat proses pencabutan pagar laut sulit dilakukan, menurutnya, tidak mungkin kepala desa melakukannya seorang diri. 

"Apakah ada kemampuan seorang kepala desa memiliki uang sebegitu besar? Dan kemudian, apakah ada kemampuan seorang kepala desa juga bisa memasang pagar bambu yang sampai 30,16 km tanpa alat-alat atau teknologi yang boleh dibilang agak canggih? Saya rasa tidak bisa," tanya Firman.

"Tidak hanya unsur dendanya, seorang nelayan bisa beli bambu yang nilainya sampai 48 miliar. 
Apakah ada kemampuan seorang kepala desa memiliki uang yang sebegitu besar," sambungnya. 

Selain Firman, Rajiv, anggota Komisi IV DPR RI dari Partai Nasdem juga menilai pernyataan Menteri Trenggono itu tidak masuk akal. 

"Banyak juga duitnya kepala desa. Duitnya darimana ini pak? Ini jangan jadi masalah baru, jadi blunder lagi di publik," sebut Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Nasdem, Rajiv, dalam rapat komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Rajiv juga mempertanyakan darimana kepala desa memiliki uang miliaran rupiah untuk membayar denda yang dijatuhkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

"Apakah seorang kepala desa mampu bayar 48 miliar? Mulia sekali sih kepala desa ini mau mengeluarkan uangnya 48 M untuk pagar laut," tanya Rajiv dalam rapat Komisi IV DPR, Kamis (27/2/2025).

Di situ, ia meminta agar KKP harus berani tegas dalam mengusut tuntas soal pagar laut. "Saya rasa kita perlu sama-sama kongkrit, di sini kita bukan mau menyerang, tapi harus ada kepastian hukum, dan KKP harus berani tegas. Jangan ragu-ragu pak, ada ketua komisi IV. Aman itu pak," tegasnya. 

Sementara itu, Anggota Fraksi PDI P, Rokhmin Dahuri meminta Menteri KKP menangkap aktor intelektual di balik pagar laut. 

Hal ini untuk memberikan efek jera agar arogansi dan brutalitas oligarki di Inndonesia berhenti. 

"Tuntaskan, jangan hanay menangkap kepala desa, yang gak mungkin membangun pagar laut yang lebih dari Rp 40 miliar dari uang dia. 

"Ini sangat memalukan, kalau kasus pidanaya sudah jelas, kalau kita hanya menuntut perdata administratif-nya saja," tegasnya.  (*)

Posting Komentar untuk "Terlanjur Disebut Mampu Bayar Rp 48 M Denda Pagar Laut Tangerang"