(Warga Bontonompo Selatan)
Makassar Media Duta, - Saat membuka laman Google di hari ke 15 Puasa Ramadhan tahun ini, nampak dua pilihan berita teratas yang muncul saat mengetik keyword "Sulsel".
Tampilan pertama, berita tentang mundurnya dua orang pejabat di lingkup Pemprov Sulsel dengan status pensiun dini tepat diawal masa jabatan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2025-2030.
Tampilan kedua, nama Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulsel 2008-2018 yang rupanya kini memasuki usia yang ke 70 tahun tepat di 16 Maret 2025 ini.
Pilihan mundur dengan alasan pensiun dini di beberapa negara penganut demokrasi, adalah hal yang terbilang lumrah dan tak perlu khawatir berlebih bahwa Sulsel sedang ada masalah di internal birokrasi pemerintahan.
Ini normal dan bisa jadi cukup jauh dari apa yang pernah digambarkan Max Weber, bahwa apabila ada seorang pejabat yang merasa legitimasi pemimpin baru tidak sesuai dengan nilai atau ekspektasi mereka, besar peluang mereka mungkin akan memilih untuk mundur sebagai bentuk perlawanan simbolik atau karena tekanan sistem (1922)
Namun jika pilihan pensiun dini ini buruk-buruknya karena alasan seperti yang diungkap Talcott Parson, bahwa setiap individu dalam sistem memiliki peran yang harus mendukung keseimbangan sosial.
Dimana jika seorang pejabat merasa tidak dapat beradaptasi dengan pemimpin baru atau dengan produk kebijakannya, mereka akan memilih mundur sebagai bentuk representasi penyesuaian sosial, maka selain menjadi hal tak pernah terjadi direntang 2008-2018, maka mungkin Sulsel sedang 'tidak baik-baik saja'.
Tapi sekali lagi, "Don't worry about a thing, Cause every little thing is gonna be all right". Sulsel selalu akan baik-baik saja kok!.
Tampilan kedua laman google ini cukup menyerap emosi dan membangkitkan banyak memori keberhasilan Sulsel di panggung Nasional.
Sosok Syahrul Yasin Limpo dengan pakaian lengkap saat masih menjabat Gubernur.
Terlepas dari dinamika cobaan hidup yang mendera Gubernur Sulsel 2 periode ini, kita mesti harus bijak dalam melihat kedua hal diatas sebagai sebuah tatanan wajah dari beberapa faktor umum dalam evolusi sosial kemasyarakatan kita.
Dimana saat sejarah modern telah meletakkan umat manusia dalam bentuk perhubungan yang sangat kohesif dan sistemik satu dengan yang lainnya.
Maka benar dan salah, baik dan buruk lebih bersifat situasional tergantung dari framing media dan tingkat respon positif dan atau pada level penghakiman para nitizen.
Framing Terstruktur
Kita semua tahu, bagaimana kekuatan sebuah media di era melimpahnya informasi sekarang ini.
Media tidak hanya melaporkan sebuah berita, tetapi juga menentukan isu apa yang dianggap penting dan mampu menarik minat untuk dibaca.
Jika media secara terus-menerus menyoroti dugaan kesalahan pejabat, publik akan menganggapnya sebagai kebenaran, bahkan jika tidak ada bukti yang kuat (McCombs & Shaw, 1972).
Pejabat yang diframing bersalah oleh media, adalah contoh bagaimana media mampu membentuk opini publik melalui framing, labeling, konstruksi sosial, dan agenda setting.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keberimbangan dalam sebuah pemberitaan, serta pentingnya kesadaran masyarakat kita dalam mengonsumsi informasi secara kritis.
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana pembentukan opini yang mengarah pada cacian, hinaan, olok olok serta tekanan yang luar biasa kepada SYL dan keluarganya, baik ditingkat pemeriksaan maupun dalam proses persidangan beberapa waktu lalu.
Mulai dari berita yang tidak terverifikasi kevalidannya bahwa SYL menghilang dan melarikan diri pada saat melaksanakan tugas negara diluar negeri, hingga pada hal hal yang nyaris melampui batas-batas kita sebagai masyarakat yang mengedepankan aspek beradab.
Kira-kira atas nama apa kita jadi ikut menghakimi orang yang telah membangun dan mengharumkan nama Sulsel ini?
Ataukah apa alasan utama kita untuk ikut-ikutan jahat menyudutkan SYL, seolah dia tak pernah menghabiskan hampir seluruh usianya untuk kebaikan rakyat di Sulsel bahkan untuk Indonesia?
Kita seperti lupa atas rekam jejak kehidupan pribadi dan riwayat pengabdian Seorang SYL kepada negara yang penuh integritas dan sarat prestasi.
Memori kita seolah hilang, bagaimana dulu kita bisa merasakan semangat dan tekad hidup SYL yang mengabdi bagi bangsa dan negara dan berguna bagi sesama dan alam semesta.
Menginspirasi Di Balik Sepi
Nila setitik merusak susu sebelanga, tentu kita tak ingin tercap sebagai bahagian dari objek pepatah ini.
Masyarakat kita harusnya lebih fokus melihat individu berdasarkan kontribusinya dalam sistem sosial. Jika seorang pejabat memiliki jasa besar bagi masyarakat, ia mestinya tetap dikenang meskipun pernah tersandung masalah hukum.
Kolektifitas masyarakat menentukan nilai seseorang sebaiknya berdasarkan dampaknya terhadap solidaritas sosial, bukan hanya hukuman yang dijalaninya (Durkheim, 1893).
Bersyukurlah kita tengah berada di dalam bulan suci Ramadhan. Tentu kita berharap puasa akan membimbing kita menuju pada kesadaran akan batas. Batas yang benar pada kebencian yang tumbuh karena asupan informasi yang dicerna dengan tak bijak.
Meskipun bangsa kita saat ini berada dalam kondisi ketaksanggupannya menyangga nilai-nilai yang paling elementer.
Namun kita tak serta merta menjadi kehilangan kemampuan dasar dari nilai untuk mempersangkutkan secara dialektis, antara kebaikan dan kebenaran dari seseorang yang telah berbuat baik walaupun itu hanya seberat biji zarah.
SYL memang telah jauh dari hiruk saat membawa Sulsel hingga ke pentas internasional. Namun dia tetap menginspirasi di balik suasana sepi.
Di jamannya, internal pemerintahan Sulsel sangat terasa baik-baik saja. SYL telah mengikatkan dirinya pada kegembiraan di atas rasa sedihnya.
Rasa cinta mendalam dan terawat pada rakyat Sulsel di tengah kebencian tersistematis yang mengarah kepadanya.
Serta kebanggaan menyaksikan tingkat kemajuan Sulsel yang pernah dipimpinnya.
Karena dalam kematangan dan kebesaran jiwanyalah saat memimpin, kelak Sulsel akan berdiri tegap di atas panggung peradaban dunia. (Saldy Irawan)
Posting Komentar untuk "SYL, Dijamannya Internal Pemerintahan Sulsel Sangat Terasa Baik-baik Saja"