Manado, Media Duta,- Larangan Badan Kepegawaian Nasional RI (BKN RI) agar pemerintah daerah tidak lagi merekrut Staf Khusus Tenaga Ahli dan Tenaga Harian Lepas (THL) mendapat dukungan penuh dari elemen masyarakat Sulawesi Utara.
Larangan ini dianggap bentuk keberpihakan Negara terhadap rakyat, khususnya dalam hal efisensi anggaran pun tak terkecuali prinsip keadilan sosial.
Para kepala daerah selama ini dianggap keterlaluan memberi makan istimewa bagi ribuan orang dengan indentitas Staf Khusus, Tenaga Ahli dan THL yang menyebar di belasan kabupaten/kota hanya karena jasa memenangkan dirinya di Pilkada.
Gelombang pengangguran tidak berguna ini cenderung buka dada memenangkan petahana atau kandidat kepala daerah untuk selanjutnya dimasukan dalam segmen Staf Khusus, Tenaga Ahli dan THL yang pada gilirannya memaksa Negara harus membayar biaya cuap-cuap bulanan senilai ratusan miliar.
Padahal uang ratusan miliar itu dapat digunakan untuk memperkuat pelayanan publik, biaya kesehatan, dan pendidikan masyarakat.
“Tidak ada studi rasional atau parameter ilmiah yang menyatakan keberadaan Staf Khusus dan Tenaga Ahli ini dapat memotori pemerintahan daerah yang bersih dan bermartabat.
Mereka hanya gelombang pengangguran yang meminta makan dari pemerintah sebagai balas budi karena partisipasi politik di masa Pilkada.
Negara harus secepatnya menyudahi perekrutan Staf Khusus dan Tenaga Ahli karena segmen orang seperti ini hanya akan membuat kondisi APBD defisit akibat membayar sesuatu yang tidak ada faedahnya,” jelas Terry Umboh, aktivis Antikorupsi, Kota Manado.
Selain masalah pemborosan uang Negara, keberadaan Staf Khusus dan Tenaga Ahli di pemerintahan juga sejauh ini tidak lebih dari “bumper” yang menutupi ruang audit sosial atau evaluasi publik terhadap kekuasaan.
Para Staf Khusus dan Tenaga Ahli bahkan termasuk THL kerap tampil sebagai polisi media yang tidak mau kepala daerah dikoreksi sekalipun ada kekeliruan dalam membuat kebijakan.
Kecenderungan Staf Khusus dan Tenaga Ahli yang memagari kepala daerah dari kritikan menurut Terry Umboh adalah pelecehan yang dibuat Negara terhadap rakyat.
“Dalam konteks ini kekuasaan akan menjadi lebih parah dengan kehadiran mereka yang sangat tendensius menutup ruang evaluasi publik terhadap pemerintah dan pemegang kekuasaan,” ujar Terry Umboh.
Kemudian keberadaan Staf Khusus dan Tenaga Ahli pada prakteknya tidak ada faedahnya karena kapasitas dan kapabilitas mereka adalah standar kompetensi yang sudah ada dalam tubuh eksekutif dan legislatif.
Artinya, para Staf Khusus dan Tenaga Ahli sejatinya tidak perlu lagi bekerja karena fungsi pengawasan sudah dijalani DPRD dan kompetensi yang menyangkut bidang kerja sudah menjadi kompetensi dasar satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Makanya tidak heran banyak Staf Khusus dan Tenaga Ahli .
Lebih banyak menghabiskan waktu di rumah-rumah kopi atau restaurant hanya untuk sekedar memantau orang – orang yang hari ini mengevaluasi pimpinan (kepada daerah) sambil menunggu tanggal gajian.
Lantas apa yang mau dibuat Staf Khusus dan Tenaga Ahli?
Negara membayar DPRD dan ASN untuk mencurahkan seluruh kompetensi mereka. Munculnya Staf Khusus dan Tenaga Ahli adalah penggandaan sumber daya yang pada gilirannya memaksa Negara untuk mengeluarkan uang ratusan miliar.
Dalam prakteknya, orang-orang ini adalah barisan tim sukses, pengurus partai politik, relawan yang bekerja memenangkan kandidat kepada daerah di masa Pemilu.
“Nah sudah benar BKN RI menghapus kebijakan perekrutan Staf Khusus dan Tenaga Ahli pun THL karena itu menjawab prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terang Terry Umboh.
(Tn. Kamrin)
Posting Komentar untuk "Dilarang Merekrut Staf Khusus, Tenaga Ahli dan THL"