Jakarta Media Duta,- - Nasib Kepala Desa Kohod, Arsin, di ujung tanduk setelah berdebat tentang pagar laut Tangerang dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.
Arsin ngotot area pagar laut Tangerang yang kini menjadi sorotan luas itu asal usulnya adalah empang.
Namun, kengototan Arsin ini tak membuat tekat Nusron untuk membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di area pagar laut Tangerang.
Nusron dengan tegas membatalkan 50 dari 263 SHGB di area pagar laut tersebut. Kini, justru sosok Arsin yang menjadi sorotan luas. Mantan Kabareskrim Komjen purn Susno Duadji menyebut kades Kohod ini bisa dijerat pidana.
Menurut Susno, pembatalan 50 SHGB bisa menjadi gerbang emas bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pagar laut ini.
"Jangankan 263 sertifikat dibatalkan karena cacat atau karena faktor melanggar hukum, satu aja cukup, karena alas hak pasti surat surat atau dokumen palsu," kata Susno dikutip dari tayangan Metro TV pada JUmat (24/1/2025).
Dikatakan, pembatalan sertifikat ini sudah bisa dijadikan satu alat bukti tindak pidana pemalsuan surat.
Dan, kalau pemalsuan itu diikuti dengan tindak pidana suap maka bisa menjadi tindak pidana korupsi.
"Siapa pelakunya? jelas mulai dari lurah yang ngotot itu, lurah kohod, pasti dia ngeluarin dokumen itu," tegas Susno.Selain itu, pihak yang menerima dokumen itu juga harus diusut.
Misalnya Agung Sedayu dengan anak perusahan Intan Agung Makmur. Gak mungkin nenek moyang mereka punya tanah, pasti beli. belinya pasti gak beres. Notarisnya juga bisa kena," katanya.
Menurut Susno, untuk mengusut hal ini cukup mudah, bisa dilihat dalam dokumen sertifikat itu.
Atau bisa juga diusut mulai dari siapa yang memagari, siapa yang membayar, menyuruh hingga uangnya darimana dan terkait perusahaan apa.
"Sudah terang benderang ini, seperti makan siang pakai lampu petromak," kelakarnya.Menurut Susno, tidak ada alasan lagi bagi aparat penegak hukum untuk tidak mengusut kasus ini.
Apalagi sudah mendapat dukungan langsung dari presiden, ketua DPR RI, Komisi IV DPR, peraturan undang-undang dan dukungan rakyat.
"Kalau masih tidak dilakukan, berarti ada kekuatan yang bisa menggeser dukungan-dukungan tersebut," tukasnya.
Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan (ATR/BPN) Harison Mocodompis mengatakan pihaknya sudah melakukan pengecekan fisik dan yuridis di area pagar laut Tangerang.
Hasilnya, sebagian di luar garis batas pantai, dan sebagian lagi di dalam garis batas pantai.
Kalau pihak perusahaan atau lurah Kohod ngotot bahwa area itu dulunya bekas empang, dia meminta overlay data spasial. "Jangan lupa setelah fisik dilihat, bisadilihat aspek yuridis, apa alas hak," katanya.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan yuridis pihaknya sudah menemukan sekira 30-50 berkas yang bermasalah hingga akhirnya membatalkan 50 SHGB tersebut.
"Ada perdebatan, silakan saja, perdebatan itu sah-sah saja. Tetapi data fisik dan yuridis perlu dilihat dimana posisinya sebenarnya.
Dia menegaskan 50 sertifikat itu tidak memenuhi aspek pendaftaran tanah, terutama fisiknya, dan jumlah ini ke depan akan terus berkembang.
Gelagat Kades Kohod
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengunjungi Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, pada Jumat (24/1/2025).
Dalam kunjungannya, Nusron Wahid bersama tim Kementerian ATR/BPN melakukan pemeriksaan fisik atas lahan di pesisir pantai Desa Kohod.
Tujuannya untuk memastikan keabsahan sertifikat tanah, baik Sertifikat Hak Milik (SHM) maupun Hak Guna Bangunan (HGB) yang terdaftar milik PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM) pada aplikasi BHUMI.
Sebelumnya, mereka juga telah melakukan pengecekan dokumen juridis di kantor atau balai desa.
Kemudian memeriksa prosedurnya secara digital dan terakhir, mengecek kondisi fisiknya di lapangan.
Dalam peninjauan itu, ia menegaskan jika sebuah lahan telah mengalami abrasi dan fisiknya hilang, maka hak atas tanah tersebut otomatis musnah.
Di lokasi, Nusron mengaku terlibat perdebatan dengan Kepala Desa Kohod, Arsin, yang bersikeras bahwa pagar laut di area tersebut dulunya merupakan empang.
Arsin mengeklaim, abrasi mulai terjadi sejak 2004, menyebabkan lahan kosong tersebut perlahan hilang ditelan air laut akibat abrasi.
"Mau Pak Lurah bilang itu empang, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya sudah enggak ada tanahnya. Karena sudah enggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah," kata dia.
Namun, kata Nusron, Arsin tetap kekeh bahwa lahan tersebut memiliki sejarah sebagai empang yang digunakan oleh warga.
Nusron, yang tak ingin memperpanjang perdebatan, memilih untuk menegaskan bahwa pihaknya pembatalan sertifikat HGB dan HM di laut karena ke terbukti fisiknya benar-benar hilang.
"Ini enggak ada barangnya tapi akan saya cek satu per satu. Kan tadi sudah kita tunjukin gambarnya. Kalau memang sertifikatnya ada. Tidak ada materialnya semua, otomatis akan kita batalkan satu per satu," jelas dia.
Usai berdebat dengan Nusron Wahid, Arsin langsung menghindari sejumlah wartawan yang mencoba meminta keterangan darinya terkait pagar laut tersebut.
Awalnya, Arsin beralasan hendak melaksanakan shalat Jumat di Masjid Abdul Mu’in, Pakuhaji.Para wartawan pun memilih menunggu hingga shalat selesai.Namun, saat keluar dari masjid, Arsin justru menghindar tanpa memberikan pernyataan apa pun.
Sejumlah pengawal yang mendampingi Arsin tampak mengadang para wartawan yang mencoba mengejar.
Setidaknya ada lima orang yang mengawal Arsin.Cara pengamanan yang dilakukan para pengawal itu pun sudah seperti Paspampres.
Mereka menjaga ketat kades agar terhindar dari pertanyaan wartawan.Aksi pengadangan itu memungkinkan Arsin pergi dengan leluasa, meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Sementara itu, dalam kunjungan ke Desa Kohod, Nusron Wahid juga mengungkapkan bahwa ada sekitar 50 sertifikat tanah, baik Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM), telah dibatalkan oleh Kementerian ATR/BPN.
Hal ini dilakukan setelah melalui tahap verifikasi dokumen juridis, prosedur penerbitan, dan pengecekan kondisi fisik lahan.
Menurut Nusron, pembatalan dilakukan untuk memastikan tidak ada sertifikat yang diterbitkan secara cacat, baik secara hukum maupun material.
Sertifikat tanah yang terbukti tidak memiliki fisik material, seperti lahan yang telah hilang akibat abrasi, otomatis dibatalkan.
"Semuanya akan terungkap. Mana yang dibatalkan mana yang tidak akan ketahuan. Yang jelas, yang ada fisiknya tidak kita batalkan Yang tidak ada fisiknya akan kita batalkan," ucap Nusron.(Musahadah)
Posting Komentar untuk "Nasib Kades Kohod Usai Debat Pagar Laut Tangerang dengan Menteri ATR/BPN"