Ketua KPK periode 2024-2029 Setyo Budiyanto. (Dhemas Reviyanto)Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pimpinan KPK terpilih periode 2024-2029 mengundurkan diri dari instansi asalnya. Hal itu untuk menghindari loyalitas ganda ketika nantinya bekerja di lembaga antirasuah.
"ICW mendesak agar pimpinan KPK terpilih yang berasal dari penegak hukum tidak hanya mengundurkan diri dari jabatannya, melainkan juga mengundurkan diri dari instansi asal, baik kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung," ujar Peneliti ICW Diky Anandya melalui siaran persnya, Kamis (21/11).
Empat dari lima pimpinan KPK periode selanjutnya yang ditetapkan oleh Komisi III DPR RI hari ini didominasi oleh aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun purnatugas.Mereka ialah Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budiyanto, Jaksa Fungsional pada Jampidsus Kejaksaan Agung Fitroh Rohcahyanto, mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono, Hakim di Pengadilan Tinggi Manado Ibnu Basuki Widodo dan petahana Johanis Tanak."Jika hanya mundur dari jabatan seperti yang tertuang dalam Pasal 29 huruf i UU KPK, bukan tidak mungkin mereka akan punya loyalitas ganda. Akibatnya, setiap tindakan yang nanti mereka ambil akan bias dengan kepentingan institusi asal," ucap Diky.Diky lantas menyinggung Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK yang menjelaskan salah satu subjek dari proses hukum di KPK adalah aparat penegak hukum."Pertanyaan reflektif yang muncul adalah apakah pimpinan dapat bertindak objektif dan imparsial jika pada masa mendatang KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi di instansi asalnya?" imbuhnya.Menurut Diky, lima pimpinan KPK yang ditetapkan Komisi III DPR tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Ia meyakini pimpinan KPK periode selanjutnya tidak memperbaiki tata kelola kelembagaan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Empat dari lima pimpinan KPK periode selanjutnya yang ditetapkan oleh Komisi III DPR RI hari ini didominasi oleh aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun purnatugas.Mereka ialah Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budiyanto, Jaksa Fungsional pada Jampidsus Kejaksaan Agung Fitroh Rohcahyanto, mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono, Hakim di Pengadilan Tinggi Manado Ibnu Basuki Widodo dan petahana Johanis Tanak."Jika hanya mundur dari jabatan seperti yang tertuang dalam Pasal 29 huruf i UU KPK, bukan tidak mungkin mereka akan punya loyalitas ganda. Akibatnya, setiap tindakan yang nanti mereka ambil akan bias dengan kepentingan institusi asal," ucap Diky.Diky lantas menyinggung Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK yang menjelaskan salah satu subjek dari proses hukum di KPK adalah aparat penegak hukum."Pertanyaan reflektif yang muncul adalah apakah pimpinan dapat bertindak objektif dan imparsial jika pada masa mendatang KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi di instansi asalnya?" imbuhnya.Menurut Diky, lima pimpinan KPK yang ditetapkan Komisi III DPR tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Ia meyakini pimpinan KPK periode selanjutnya tidak memperbaiki tata kelola kelembagaan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Argumentasi tersebut, tutur Diky, bukan tanpa alasan jika mencermati sejumlah isu dalam penentuan pimpinan KPK ini. Yakni pemilihan figur yang tidak didasarkan pada aspek kompetensi dan rekam jejak kandidat, melainkan sekadar penilaian dan selera subjektif dari anggota komisi hukum DPR."Sinyal ini sudah bisa diprediksi saat proses uji kelayakan, di mana mayoritas pertanyaan untuk melihat pandangan kandidat mengenai revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu dan mekanisme penindakan yang dilakukan oleh KPK melalui metode Operasi Tangkap Tangan (OTT)," ungkap Diky."Mudah ditebak, pimpinan KPK terpilih merupakan kandidat yang jawabannya sangat kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi, misalnya.
Setyo hingga Agus menyebutkan KPK masih perlu menerapkan OTT, namun perlu dibatasi dan selektif. Paling parah, Tanak yang secara gamblang berjanji menghapus OTT ketika dirinya terpilih kembali menjadi pimpinan," sambungnya. Rohcahyanto Punya Harta Rp5 MiliarDiky kemudian menyoroti aspek kompetensi beberapa kandidat terpilih yang patut dipertanyakan."Misalnya Fitroh yang menyebut revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu tidak berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Sama halnya dengan Ibnu yang dengan lantangnya menyebut revisi UU KPK tidak melemahkan KPK secara institusi," tutur dia."Bahkan, menariknya ia memberikan contoh mengenai penyadapan yang disebut harus dilakukan atas seizin Dewan Pengawas (Dewas) terlebih dulu. Ibnu dalam konteks ini tidak memahami dan terlihat asal berbicara.
Sebab, kewenangan Dewas untuk memberikan izin penyadapan sudah dibatalkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XVII/2019 yang diputus sejak tahun 2021 lalu," lanjut Diky. (ryn/isn)
Posting Komentar untuk "ICW Desak Pimpinan KPK Terpilih Mengundurkan Diri dari Instansi Asal"