Jakarta Media Duta,- Ribuan alumni Universitas Indonesia (UI) menolak menolak komersialisasi gelar doktor Bahlil Lahadalia.
Bahlil Lahadalia hanya butuh dua tahun mendapatkan gelar doktor UI.
Kini sudah ada 5.127 orang telah menandatangani petisi "Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik"hingga Sabtu (19/10/2024) pukul 07.50 WIB.
Petisi ini kemungkinan masih akan bertambah.
Tak hanya alumni, Dewan Guru Besar UI juga turun tangan soal gelar doktor Ketua Umum Golkar.
Ia akan memeriksa kemungkinan adanya pelanggaran pemberian gelar doktor Bahlil dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
Pembuat petisi menyampaikan empat tuntutan.
Yaitu pembentukan tim independen, mencabut gelar doktor dimaksud, meningkatkan pengawasan terhadap penyelesaian studi doktoral, dan meminta rektorat memublikasikan persyaratan, prosedur, dan biaya terkait penyelesaian studi doktoral Bahlil.
Sementara Bahlil Lahadalia mengatakan, gelar doktor tersebut diperoleh setelah menjalani proses yang mencakup kuliah, konsultasi, seminar, dan sidang terbuka promosi doktor.
"Saya enggak tahu, itu urusan internal kampusnya. Tetapi saya kuliah itu aturannya mengatakan bahwa minimal S3 itu, dalam ranah saya, saya kan by riset, itu minimal 4 semester, dan saya sudah 4 semester. Itu saja," ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM.
Bahlil meraih gelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI).
Sidang berlangsung di Gedung Makara Art Center UI pada Rabu (16/10/2024) dan dipimpin oleh Ketua Sidang Prof. Dr. I Ketut Surajaya, S.S., M.A.
Penguji dalam sidang tersebut terdiri atas Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si., Prof. Dr. A. Hanief Saha Ghafur, Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., dan Prof. Dr. Kosuke Mizuno.
Sementara promotor sidang doktor Bahlil terdiri dari Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M, serta ko-promotor Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E dan Athor Subroto, Ph.D.
Bahlil mengangkat isu hilirisasi komoditas nikel dalam disertasinya yang berjudul 'Kebijakan, Kelembagaan dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia'.
Sementara itu, mengutip Kompas.id, Dewan Guru Besar UI menggelar rapat Komite I pada Jumat (18/10/2024), yang salah satu agendanya disebutkan tentang diskusi etika dan moral kasus Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
Selain itu, agendanya juga membahas laporan perkembangan rencana seminar web soal nilai, etika, dan moral masyarakat multikultural Indonesia.
Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo mengatakan akan memeriksa kemungkinan adanya pelanggaran dalam kelulusan program doktor Bahlil dari SKSG.
"Kami akan koordinasi dengan Senat Akademik," kata Harkristuti.
Profil Bahlil Lahadalia
Bahlil Lahadalia lahir di Banda, Maluku Utara pada 7 Agustus 1976.
Bahlil terlahir dari keluarga sederhana, ayahnya merupakan seorang kuli bangunan, sedangkan sang ibu bekerja sebagai buruh cuci.
Namun, kini Bahlil dikenal sebagai pengusaha yang pernah menjabat sebagai Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Saat ini, Bahlil Lahadalia mengemban tugas di pemerintahan sebagai Menteri ESDM.
Sebelumnya, ia menjadi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Sebelum diangkat menjadi anggota kabinet, Bahlil Lahadalia tercatat dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat.
Dikutip dari situs Bkpm.go.id, setelah sejumlah pekerjaan diembannya, Bahlil memutuskan untuk berhenti dari dan mendirikan perusahaan sendiri.
Usahanya pun membuahkan hasil, hingga memiliki 10 perusahaan di berbagai bidang di bawah bendera PT Rifa Capital sebagai perusahaan induk.
Sementara kariernya sebagai wirausaha semakin lengkap saat Musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada tahun 2015.
Ia terpilih menjadi Ketua HIPMI periode 2015-2019. Bahlil juga memimpin delegasi perdagangan bagi pengusaha muda ke Jepang pada 2016 dan ke Eropa pada 2018 (HIPMI-Europe Trade Mission 2018).
Riwayat Karier
Sebelum sukses seperti saat ini, Bahlil pernah bekerja di sejumlah bidang.
Semasa kuliah, Bahlil Lahadalia bekerja sebagai marketing asuransi.
Bahlil Lahadalia juga pernah menjadi pegawai kontrak Sucofindo.
Lulus kuliah, Bahlil Lahadalia dan temannya kemudian membangun perusahaan, dimulai dari perusahaan konsultan keuangan dan teknologi informasi (TI).
Peran Bahlil di perusahaan tersebut, menjadi direktur wilayah Papua.
Tak lama kemudian, pria lulusan Sekolah Tinggi Ekonomi, Port Numbay Jayapura, Papua, ini memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan yang dibangunnya.
Bahlil pun diberi dividen sebesar Rp 600 juta yang digunakan sebagai modal untuk membangun perusahaan perdagangan (trading) kayu.(*/Sudirman)
Posting Komentar untuk "Ribuan Alumni UI Tolak Gelar Doktor Bahlil Lahadalia"