Petisi dukungan praperadilan kasus korupsi mantan Rektor UMI Prof Sufirman Rahman.
Makassar Media Duta,- Sebuah petisi di change.org mengatasnamakan Civitas Akademi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar menolak Prof Sufirman Rahman kembali menjabat Rektor UMI.
Sebelumnya, Prof Sufirman saat menjabat Rektor UMI ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana proyek pembangunan di kampus hijau.
Namun kemudian status tersangka Prof Sufirman Rahman dicabut oleh Polda Sulsel dengan alasan sudah adanya pengembalian jumlah dana kerugiaan kepada pihak Yayasan Wakaf UMI.
Menggunakan pendekatan restorative justice, Sufirman sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum UMI, mengembalikan uang kerugian kepada Yayasan Wakaf UMI.
Belum diketahui nilai uang dikembalikan suami Komisaris Polisi Cut Juwita itu.
Namun, dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sufirman serta mantan Rektor UMI Prof Basri Modding, nilai kerugian yayasan mencapai Rp 4,3 miliar.
Reaksi keras pun muncul setelah perubahan status tersangka Prof Sufirman Rahman ini.
Melalui petisi di change.org, Civitas Akademi UMI mengajak atau mengumpulkan dukungan agar Yayasan Wakaf UMI menempuh jalur praperadilan kasus penggelapan dana Prof Sufirman Rahman.
Berikut isi petisi tersebut:
Suara Civitas Akademika Universitas Muslim Indonesia bhng j
Kepada Yth: Ketua Pengurus Yayasan Wakaf UMI
di, Tempat
Assalalmualaikum Wr, Wb
Bahwa sehubungan dengan pemberhentian Prof Dr H Sufirman Rahman, SH. MH dari jabatan Rektor berdasarkan Surat Keputusan Keputusan Pengurus Yayasan wakaf UMI Nomot 1663/YW-UMI/A.04/IX/2024 kami dari Civitas Akademika UMI bersikap;
1. Bahwa keputusan Yayasan Wakaf UMI dalam memberhtentian terhadap Prof Dr. Sufirman Rahman, SH., MH dari Jabatan Rektor UMI karena telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara penggelapan dan atau penyalahgunaan dana proyek vidio tron PPS UMI sudah sesuai dengan prinsip prinsip hukum dan moral bahwa setiap pemangku jabatan yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana karena penyalangunaan kewenangan jabatan harus diberhentikan dari jabatannya.
2. Bahwa dengan status tersangka kepada Ex Rektor Prof Dr Basri Modding, SE. MSi dan Rektor Non Aktif Prof Dr H Sufirman Rahman, SH. SH, telah merusak citra dan nama baik Universitas Muslim Indonesia dan atau Yayasan Wakaf UMI.
3. Bahwa dengan demikian Segenap civitad akademika UMI Mahasiswa, Dosen dan Karyawan UMI yang berada dalam naungan Yayasan Wakaf UMI memiliki hak gugat/legal standing baik pengadilan dunia dan pengadilan akhirat utk agar kedua Rektor Non Aktif tersebut tidak lagi diberi amanah dalam lingkup UMI dan atau Yayasan Wakaf UMI.
4. Bahwa sikap Rektor non aktif yang tidak meninggalkan ruang kerja Rektor dan segala fasilitas lainnya termasuk tidak mengembalikan Mobil Dinas adalah sikap pembangkangan yang memalukan dan melanggar hukum dan moral.
- [ ] Berdasar hal hal tersebut kami civitas Akademika UMI meminta kepada segenap Pengurus Yayasan Wakaf UMI untulk tetap menjaga Harkat dan Martabat UMI dengan tidak lagi mengaktifkan dan atau MENOLAK Prof Dr H Basri Modding, SE, MSi dan Prof Dr Sufirman Rahman, SH. MH untuk memegang amanah di UMI.
Civitas Akademika UMI
LBH Makassar Sesalkan Penghentian Kasus
Dugaan korupsi terjadi pada proyek Taman Firdaus (taman air mancur depan kampus UMI), proyek gedung international school LPP YW-UMI, pengadaan 150 access point, dan pengadaan videotron kampus Pascasarjana UMI.
• Rektor UMI Prof Sufirman Rahman - Eks Rektor Prof Basri Modding Tersangka Korupsi, Kerugian Rp4,3 M
Proyek pengadaan videotron dilakukan saat Sufirman menjabat Direktur Program Pascasarjana UMI.
Seharusnya, restorative justice tak bisa digunakan dalam kasus korupsi.
Berdasarkan Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, dan Pasal 482 KUHP restorative justice bisa diterapkan dalam kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama 3 bulan dan denda Rp 2,5 juta.
Kasus tindak pidana ringan dimaksud, yakni perkara anak, perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, kasus narkotika, dan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara
Restorative justice tidak bisa diterapkan pada kasus-kasus berat, seperti terorisme, tindak pidana yang mengancam keamanan negara, korupsi, kejahatan terhadap nyawa orang, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Baca juga: Prof Sufirman Minta Statusnya sebagai Rektor UMI Diaktifkan
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, syarat dalam melakukan restorative justice, yaitu:
1.Tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan,
2.Kerugian di bawah Rp 2,5 juta,
3.Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban,
4.Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau dianca, dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun,
5.Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban,
6.Tersangka mengganti kerugian korban, dan
7. Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana.
Selain itu, dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, salah satu syarat melakukan restorative justice adalah bukan tindak pidana korupsi.
LBH Makassar juga mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana pelaku tindak pidana korupsi.
"Sehingga dalam konteks kasus korupsi, pendekatan RJ (restorative justice) tidak relevan dilakukan," kata LBH Makassar di akunnya di Instagram @lbh_makassar, Selasa (15/10/2024).
Direktur LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa menyebut polisi sesat paham soal restorative justice.
"Penyidik menyesatkan publik, menyamakan restorative justice dengan penghentian perkara. Restorative justice itu artinya keadilan yang memulihkan, bukan penghentian perkara. Apanya yang dipulihkan," kata Azis melalui Instagram.
LBH pun meminta sivitas akademika UMI melakukan praperadilan.
"Penghentian penyidikan tidak sah. Kami mendorong publik yang dirugikan, terutama sivitas akademika UMI mengajukan praperadilan atas penghentian penyidikan yang tidak sah," kata Azis.(*)
Posting Komentar untuk "Beredar Petisi Civitas Akademi UMI Tolak Mantan Rektor Prof Sufirman Rahman"