Piyono Kakek Lansia Dipenjara 6 Bulan Karena Pelihara Ikan Aligator


Makassar Media Duta,- 
Farid Mamma mendesak perubahan mendalam dalam sistem hukum Indonesia terkait kasus Kakek Piyono.

Menurut Farid, sistem hukum saat ini gagal memberikan keadilan yang seimbang dan transparan, yang tercermin dalam penanganan kasus tersebut.

Ia menegaskan perlunya reformasi untuk memastikan bahwa kasus-kasus serupa tidak hanya mendapatkan penanganan yang adil, tetapi juga memperbaiki struktur dan mekanisme hukum agar lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Farid berharap bahwa dengan perubahan ini, keadilan dapat ditegakkan secara konsisten dan transparan.

Diketahui sebelumnya, Kasus Kakek Piyono, terjerat hukuman penjara karena memelihara ikan aligator gar,

Kakek Piyono, seorang pria lansia berusia 61 tahun asal Kota Malang, Jawa Timur, harus menjalani hukuman enam bulan penjara setelah ketahuan memelihara lima ikan aligator gar.

Vonis tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Malang Kelas IA pada Senin (9/9/2024).

Jaksa Penuntut Umum Su’udi menunjukkan bahwa proses hukum terhadap Piyono dianggap telah sesuai dengan aturan yang ada dan telah memperhatikan berbagai aspek dalam penjatuhan hukuman.

“Meskipun Piyono mungkin merasa keputusan ini tidak adil, terutama karena kurangnya sosialisasi tentang aturan yang berlaku, sistem peradilan berupaya menegakkan hukum dengan memperhitungkan semua pertimbangan yang relevan dalam proses hukuman,” jelas Jaksa.

Namun pandangan Farid Mamma SH.,MH, seorang pakar hukum, mengkritik keras keputusan ini.

Menurutnya, kasus Kakek Piyono yang dijatuhi vonis penjara tersebut menunjukkan adanya masalah mendalam tentang penegakan hukum yang adil.

“Mengapa harus dijatuhkan hukuman penjara, sementara tidak ada kerugian yang jelas bagi masyarakat atau negara?”

“Kasus ini mencerminkan ketidakmampuan sistem hukum kita untuk menangani situasi dengan kebijakan yang lebih bijaksana,” tegas Farid kepada awak media ini. Kamis 12/9/2024

Menurut Farid Mamma SH., MH, menilai bahwa kasus Kakek Piyono, yang terjerat hukuman penjara karena memelihara ikan aligator gar, menyoroti isu mendalam tentang penegakan hukum yang adil. .

“Kakek Piyono telah memelihara ikan tersebut sejak 2006, sementara aturan yang melarang pemeliharaan ikan aligator gar baru diundangkan pada tahun 2020,” ucapnya.

Ketidakpahaman Kakek Piyono tentang aturan baru ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam penerapan hukum. Inilah bentuk Ketidaktahuan Hukum dan Penegakan Hukum,” tambah Farid.

Farid Mamma mengatakan sebagai masyarakat awam, Kakek Piyono tidak mungkin mengetahui aturan yang baru diberlakukan tersebut. Dalam konteks ini, hukum harus mempertimbangkan ketidaktahuan masyarakat kecil.

“Sebagai alternatif, pemerintah seharusnya melakukan penarikan ikan tersebut daripada menjatuhkan hukuman penjara kepada individu yang tidak memiliki niat buruk. Inilah Prinsip Keadilan untuk Masyarakat Kecil menjadi hilang,” ucapnya

Farid Mamma menyoroti ketidakseimbangan dalam penegakan hukum dalam kasus ini.

Ia berpendapat bahwa tindakan hukum yang diambil terhadap Kakek Piyono, meskipun memelihara ikan yang dilarang, tidak proporsional mengingat latar belakang dan ketidaktahuannya.

“Pemerintah seharusnya memberikan penghargaan atas kepatuhan hukum sebelumnya dan mempertimbangkan konteks sosial dan ekonomi dari terdakwa,” katanya.

Farid Mamma juga menekankan bahwa dalam kasus ini, tidak ada kerugian yang jelas bagi masyarakat luas. Kakek Piyono tidak menjual atau melepaskan ikan ke lingkungan yang dapat membahayakan ekosistem.

“Sehingga pertanyaannya adalah, siapa sebenarnya yang dirugikan? Ini menandakan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum terhadap individu yang tidak menyadari pelanggaran yang dia lakukan,” tandasnya.

Farid Mamma menyarankan perlunya perubahan dalam penegakan hukum untuk menghindari kesalahan serupa di masa depan.

Sistem hukum perlu memberikan bimbingan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang aturan-aturan baru sebelum menjatuhkan hukuman .

Penegak hukum dan pemerintah harus lebih sensitif terhadap kondisi sosial dan pengetahuan hukum dari masyarakat yang kurang terinformasi.

Kasus Kakek Piyono bukan hanya soal memelihara ikan aligator gar, tetapi mencerminkan sebuah fenomena yang lebih besar tentang bagaimana hukum diterapkan dan sosialisasi hukum kepada masyarakat.

Akankah kasus ini memicu perubahan dalam cara hukum dijalankan di Indonesia? Hanya waktu yang akan menjawab.

“Namun, satu hal yang pasti: Kakek Piyono telah menjadi simbol dari tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum dan keadilan di tanah air, serta momen penting dalam diskusi tentang reformasi hukum di Indonesia,'” pungkas Farid Mamma.(*)

Posting Komentar untuk "Piyono Kakek Lansia Dipenjara 6 Bulan Karena Pelihara Ikan Aligator"