Blak-blakan Mentan soal Proyek Cetak Sawah 3 Juta Ha

Pertanian Andi Amran Sulaiman (Foto: Dok. Kementerian Pertanian)

Jakarta  Media Duta,- Pemerintah berencana membuat proyek strategis nasional, mencetak dan optimalisasi 3 juta hektare (Ha) lahan sawah. Proyek itu tercipta bukan tanpa alasan.

Salah satu pendorongnya adalah tejadi penurunan jumlah lahan pertanian di Indonesia. Selain itu, pertumbuhan penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahunnya.

Penambahan penduduk tentu akan meningkatkan kebutuhan pangan di Indonesia. Lantas seberapa efektif proyek yang juga masuk dalam Program Quick Wins Presiden Terpilih Prabowo Subianto tersebut?

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman buka-bukaan pembangunan proyek tersebut hingga Indonesia mencapai cita-cita swasembada pangan.

Bulan depan Pak Amran sudah satu tahun kembali ke kabinet, rasanya gimana Pak kembali lagi ke kabinet dan sudah setahun berlalu?

Wah, ini asik nih. Jadi, setelah 1 tahun ya, setelah dulu 5 tahun, Alhamdulillah kita bisa swasembada 3 kali, 4 kali malah. 

Dan itu dapat penghargaan kemarin dari FAO (Food and Agriculture Organization). Ini penghargaan tertinggi untuk food security. Ini kenangan lalu, ini kan akumulasi nih.

Itu ada kebahagiaan tersendiri bagi teman-teman pertanian dan petani seluruh Indonesia. Yang membanggakan adalah karena presiden kita mengatakan inilah medalin untuk petani Indonesia, setelah 40 tahun, baru kita dapat.

Kemudian kembali 1 tahun, tantangannya semakin berat. Ada El Nino internal di dalam, ada El Nino di luar.

Jadi dari eksternal dan internal ada badai?

Ada badai, dua-duanya. Kalau dulu kan badainya satu nih, El Nino pernah ada dulu, El Nino dan kekeringan, itu eksternal. 

Ini El Nino-nya di luar keras, tegas banget, sekarang ada El Nino internal, ini sangat menentang. Tapi kita tidak mau menyerah, kita mencoba untuk memitigasi segala risiko yang akan terjadi.

Menuju ke swasembada berikutnya, salah satu yang disiapkan oleh Kementerian Pertanian adalah cetak sawah. Ini bedanya apa dengan program lainnya, termasuk food estate?

Oh gini, kalau kita cerita swasembada, itu harus pendekatannya holistik, tidak bisa parsial. Pertama, benih unggul, irigasi diperbaiki, tidak ada air, tidak ada kehidupan. Kemudian, transformasi pertanian tradisional menjadi teknologi modern, kemudian intensifikasi. 

Intensifikasi itu ada pompa, ada benih unggul, macam-macam, sehingga meningkatkan IP indeks pertanaman, dulu tanam satu kali, daerah kering satu kali menjadi dua kali, tiga kali, kemudian cetak sawah

Nah lima ini, kita harus lakukan secara paralel. Tidak bisa berdiri sendiri, harus holistik, dari hulu hilir harus diperbaiki. Jadi nggak bisa berdiri sendiri.

Cetak sawah ini tiga juta hektare (Ha), memang sekarang kondisi pertanian Indonesia seperti apa sampai harus cetak sawah baru? Apakah ada penurunan lahan atau seperti apa?

Gini, kenapa harus ada cetak sawah? Tiap tahun ada pertambahan penduduk 3,5 juta. Selama 10 tahun artinya pertambahan 35 juta. Iya kan? Nah ini yang harus dipersiapkan pangannya, setiap kelahiran ini harus disiapkan pangannya untuk Indonesia, sehingga, harus cetak sawah.

Ada dua strategi intensifikasi strategi dengan ekstensifikasi. Intensifikasi tadi, benih unggul, perbaiki irigasi, pompanisasi, optimalisasi lahan, menggunakan mekanisasi pertanian. Nah ini intensifikasi.

Ekstensifikasi adalah cetak sawah. Dengan menggunakan pertanian modern. Nah itu strategi kita. Untuk, kenapa harus cetak sawah? Penduduk kita, tiap tahun bertambah 3 juta (jiwa) sampai 3,5 juta (jiwa). Nah ini harus dipersiapkan pangannya.

Jangan nanti, 5 tahun, 10 tahun kesulitan lagi, ini menjadi persoalan tahunan. Nah untuk menyelesaikan persoalan ini, kita tanam, cetak sawah 3 juta. Mungkin 3 tahun, 4 tahun, selesai 3 juta itu sudah luar biasa.

3 juta ha itu dalam 3 sampai 4 tahun ke depan?

Iya, kalau bisa 3 juta.

Setelah 3 juta hektar lahan sawah tercetak baru, kemudian apa end objektifnya setelah 3 tahun?

Jadi gini, kalau kita 3 juta (Ha), produksi saja. Nggak usah dulu, 1 juta (Ha) dulu. Kalau 1 juta (Ha), tanam 2 kali saja, 5 ton, average national, berarti 10 juta (ton) kan? Kali rendemen 5,5 (ton) berarti 5,5 juta ton. Artinya persoalan yang shortage kemarin 4 juta (ton), 3 juta (ton) sudah selesai kan?

Enggak ada impor lagi harusnya?

Iya. Jadi kalau 3 juta mempersiapkan untuk generasi kita berikutnya. Tetapi kan tidak langsung sempurna. Produksinya biasanya produksi awal 3 ton, 4 ton. Tapi sudah pasti kita bisa menutupi defisit selama ini. Itu pasti.

Jadi tidak serta-merta, misalnya tahun pertama 1 juta hektare, kemudian itu juga langsung di tahun yang sama bisa menutupi shortage tadi?

Oh nggak-nggak. Yang biasa langsung pertama produksinya 2 ton, 3 ton per hektare, menuju 5 ton, 6 ton, 7 ton. Itu kan tanahnya butuh penyesuaian.

Lahannya di mana aja Pak?

Yang kita Marauke, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan.

Itu lahan punya siapa?

Itu punya rakyat. Jadi kita kerjakan rakyat, milik rakyat. Yang Kalimantan Tengah, jadi petaninya senang banget kan.

Lanjut ke halaman berikutnya
Nanti Kementan akan bantu dalam bentuk apa saja?

Nah bantu pengelolaan, bantu alat mesin pertanian, bantu benih. Nanti setelah mereka untung, sudah tahu menghasilkan dan menguntungkan, pasti mereka-mereka lanjutkan.

Jadi lahan baru ini lahan yang dimiliki oleh?

Masyarakat. kemudian yang mengelola, nanti kalau masyarakatnya kan biasa punya lahan 100 hektare, 50 hektare satu orang. 

Yang mengelola nanti adalah kita membentuk brigade, yaitu libatkan Merdeka Belajar, libatkan Polbangtan (Politeknik Pembangunan Pertanian), ini ada 3 ribu orang turun.

Nah ini nanti anak muda, menggunakan teknologi dan menguntungkan. Anak muda mau terlibat kalau menggunakan teknologi menguntungkan. 

Itu pasti. Sekarang ada bonus demografi generasi Z dan millennial, itu kalau tidak salah 50-60%. Benar nggak? Ini bagaimana kita empowering, bagaimana memberdayakan.

Ini adalah bonus demografi yang luar biasa. cara ikutnya adalah pertama harus untung, kemudian itu menggunakan teknologi tinggi, sehingga merasa dia terhormat. Bukan suatu pekerjaan tanda petik bahwa itu pekerjaan yang kasar, kotor, dan seterusnya.

Oh berarti nanti akan kerjasama dengan kerjasama dengan Kemendikbud juga berarti Pak?

Iya sudah. Jadi dulu tanam, targetnya itu meningkatkan biaya 50%, meningkatkan produksi 100%.

Jadi 1 juta hektare per tahun penambahan sawah baru, yang akan dimulai kapan? Tahun depan. Kita persiapkan tahun ini.

Sudah masuk dalam anggaran APBN ya?

Iya persiapkan tahun ini.

Lahan yang akan menjadi tempat cetak sawah itu lahan apa saja?

Iya banyak lahan yang orang dulu, lahan-lahan petani yang tidak produktif. Bagaimana membangunkan lahan tidur, membangunkan pemuda-pemuda yang ada sekarang.

 Mensinkronkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Cantik kan? Dengan teknologi, teknologi yang menjadi bagian untuk menginsentif atau memotivasi mereka.

Berarti support dari pemerintah adalah bagaimana caranya buka lahan yang tidak produktif ini jadi produktif lagi, termasuk intensifikasinya juga?

Betul, menggunakan teknologi, itu kata kuncinya. Ada lahan, ada bonus demografi pemuda ini, kemudahan ada teknologi. Tiga ini kata kunci. Ini kolaborasi, jadi.

Ini sawah semua Pak ya? Untuk produksi padi aja berarti? Nggak. Kalau padi surplus kita bisa ke kedelai, bisa jagung.

Semuanya, 3 juta Ha ini belum tentu semuanya padi?

Bukan-bukan, jadi gini. Ini padi semua, kalau sudah surplus, lah bisa kan ke kedeli. Tanaman selingan kan? Jadi ada padi-padi jagung, padi-padi kedelai. Jadi yang mana shortage itu yang ditanam.

Kenapa nggak dari dulu ini dilakukan?

Dulu sudah berhasil, Kalimantan Selatan sudah berhasil. Nah ini yang tanda-tandanya, sebelum dikelola, sesudah dikelola coba baca. Itu sudah selesai.

Jadi harusnya apapun tantangannya ketika dikelola harusnya bisa sesuai dengan yang diharapkan?

Iya.

Apa saja garansinya bahwa target-target yang ditetapkan itu bisa tercapai. Apa mitigasi dari pemerintah?

Gini-gini, ada bonus demografi, pemuda inii dia mau turun kalau menguntungkan dan menggunakan teknologi. Benar nggak Pemerintah jamin bahwa ada teknologi, dibantu alat mesin pertanian, udah. 

Kita bantu benih unggul awal ya. Setelah berikutnya mereka sudah berpendapatan, dia bangun sendiri. Ini contohnya berhasil, tahun 2017-2018. Ini dulu nggak produktif.

Untuk cetak sawah kan juga dengan lahan rawa, itu jenis rawa apa?

Rawa mineral, bukan rawa gambut, sehingga 40-50 negara hadir, duta besar datang menyaksikan. Bahwa saya optmimasi, dulu tanam satu kali jadi dua kali, tiga kali, dulu produksinya dua ton karena produksinya di hambur, tidak teratur tanamnya, produksinya 2 ton, jadi 5 ton, sekarang sudah produksi.

Berarti lahan rawa itu potensinya tinggi?

Rawa kita ada potensi 10 juta hektare. Artinya kalau 10 juta digarap, itu mampu menghidupi 1 miliar (orang). Subur banget negeri kita. Ini yang aku cetak dulu. 

Begitu jadi Menteri aku cek apa benar. Jadi ada tanam, ada mau panen. Jadi 12 Oktober aku, 2017, berhasil yang dulu tadinya tuh main-main perahu-perahuan aja.

Tantangannya apa, Pak Amran, yang dilihat? Dan adakah perbedaan tantangan yang dulu dengan yang sekarang dilihat?

Tantangannya sekarang adalah... Ada climate change, perubahan iklim. Yang sangat menonjol.

Sejak dulu kan juga udah climate change juga?
Iya, sudah juga. Tetapi, tantangannya, tidak semua orang sepakat untuk swasembada.

Siapa aja itu, Pak?

Oh iya, kalau... Orang impor kan ada orang tertentu senang kan, dapat untung. Cuma bekerja satu bulan, dua minggu, dapat untung. Tentu pendapatan itu hilang kan dan negara lain pasti tidak senang kalau kita swasembada kan. Ya sudah, tantangannya itu.

Itu kan selalu jadi tantangan. Ada upaya apa untuk bisa menekan semaksimal mungkin tantangan-tantangan tadi yang ditunggu di lapangan? Ada terobosankah?

Kalau sekarang kan ada political will nih, keinginan politik dari Presiden sekarang, apalagi Presiden terpilih. Jadi saya kira bisa semua tantangan itu bisa kita antisipasi. Kalau sudah ada, ini sudah ada political will seperti ini.

InsyaAllah bisa diatasi semua. Banyak pasti tantangan, pasti banyak. Tidak mudah merubah mindset pemuda dan masyarakat, secara sosial. Tidak mudah meyakinkan mereka.

Kemudian mencari lahan tidak mudah. Untuk beradaptasi dari tanam satu kali jadi tiga kali tidak mudah. Beradaptasi untuk pertanian modern itu tidak mudah. 

Tetapi semua itu insyaAllah bisa diselesaikan dengan baik, karena sekarang ada political will yang kuat. Sudah ada political will, teknologi juga sudah ada, bisa.

 Buktinya kita sudah lakukan. Papua sudah jalan. Papua selalu orang mengatakan tidak bisa ini, sudah panen. Papua sudah, sudah dikunjungi Presiden.

Oh ini bagian dari cetak saham lahan baru itu? Ini milik masyarakat Pak ya?

Iya. Jadi menggunakan teknologi. Karena kurang orang kan, orang mengatakan Pak Amran tidak mungkin. Iya kalau tradisional. Tapi pertanian modern pasti bisa.

Berarti there is no way untuk Indonesia punya masalah kekurangan lahan sawah baru?

Enggak masalah. Punya lahan banyak, potensi banyak, dan seterusnya.
Kan selama ini tantangan yang kita hadapi adalah alifungsi lahan dan segala macamnya?

Sebenarnya, lahan kita banyak banget, produktivitasnya yang rendah, karena menggunakan tradisional. Tanam satu kali, produksinya dua ton pula, ini kita ubah menjadi tiga kali produksinya lima ton. Berapa kali lipat, dua dengan sepuluh, 700%.

Saya ulang ya, produksi dua ton, itu pun satu kali tanam. Kita ubah menjadi produksi lima ton, tapi tiga kali tanam. Tapi tidak langsung ya. Jangan berpikiran besok diubah (langsung meningkat) produksi, ini butuh dua, tiga tahun.

Jadi dari dua ton menjadi produksi sepuluh ton. Itu sudah berapa kali lipat, lima kali, hebat kan. Jadi hanya mengoptimasi, makanya kita selalu optimasi lahan, optimalisasi lahan.

 Ada cetak sawah, ada optimalisasi lahan. Jadi yang resources yang sudah ada ini tinggal dilanjutkan dan itu strategi paling cepat.

Kemudian upland, Jawa, tanah upland kan? Lima ratus ribu hektare katakanlah, kita belikan pompa. Daripada air sungai Cimanu, Bengawan Solo mengalir ke laut. Ini harus di-stop menjadi pangan.

Dulu tanam satu kali jadi tiga kali dan hasilnya, pompanisasi. Banyak orang tidak paham, bahwa produksi minus. Nah, perhatikan September 2024 berapa produksinya, 2,8 juta (ton), 2023 2,5 (juta ton), 2022 2,5 (juta ton) juga.

Bayangkan kita angkat yang tidak pernah terjadi. Ini clear kemarin. Ini 2 juta lebih (ton), 2 koma juta lebih (ton) di sini cuma kami refocusing anggaran saja. 

Jadi anggaran, ini perhatikan ditulis juga, kami refocusing anggaran Rp 1,7 triliun pindahkan anggaran, biasanya anggaran seminar, anggaran bangun yang tidak berpengaruh pada produksi, kemudian biaya jalan-jalan dan seterusnya, kami alihkan belikan pompa.

Lanjut ke halaman berikutnya
Semuanya Rp 1,7 triliun tadi semua?

Iya Rp 1,7 triliun, hasilnya, 1 juta (ton) kan? 1 juta (ton) kali (harga) beras. Ini BPS nih bukan saya. Saya tidak mau mengeluarkan lagi data. Supaya tidak ada ribut lagi. Jadi selalu tulis sumber data BPS bukan pertanian.

Satu juta (ton) kali harga beras Rp 12.000/kg, hasilnya Rp 12 triliun. Aku cuma pindahkan anggaran. Itu namanya leader, itu namanya memimpin. Jadi bagaimana setiap rupiah mencetak dolar, setiap rupiah menguntungkan petani. 

Cantik kan, top kan. Inilah yang tidak dibaca orang. Ada pengamat yang tidak baca ini. Dia bacanya minus saja. Seandainya ini tidak ada, minusnya bisa disini 5 juta (ton).

Paham maksudku? Karena ada El Nino kan? Benar nggak? Nah aku datang. Langsung kami ubah kebijakan, kebijakan pupuk, kebijakan alat, kebijakan mesin. Kami ubah semua ke daerah produksi. Yang kalau seminar kan bisa ditundalah, jalan-jalan kan bisa dikurangilah ke sini.

 Ini mencetak Rp 12 triliun dari hanya merefokusing. Bukan nambah. Hati-hati. Bukan nambah, refokusing anggaran Rp 1,7 triliun, menghasilkan Rp 12 triliun. Belum jagung, belum yang lain-lainnya. Cantik kan.

Tapi di masyarakat kenapa masih sulit untuk mendapatkan harga beras yang murah, Pak ya?

Janganlah ditanya di sini. Berarti salah bertanya, salah tempat. Produksi, selesai. Yang berikutnya, jagung. Dulu kan impor, saya masuk, ke sini, dalam 5 bulan, ekspor. Ekspor 50 ribu ton. Ini data BPS, bukan data kita.

Yang penting kita betul-betul... Nah ini ekspornya ini. Ketua tim asistensi hadir, menyaksikan apa benar ekspor. Impor menjadi ekspor, dalam waktu singkat. Bulan Maret berarti saya baru 8 bulan, 7 bulan.

Pak ada prediksi nggak sih Pak di akhir tahun total produksi kita bisa sampai ke berapa, dengan berbagai upaya sudah dilakukan?

Yang jelas tadi, saya bisa katakan yang sudah selesai. Ada meningkat produksi ini. Ini lebih tinggi dari sebelumnya kan, ini 3 bulan. 

Artinya dengan anggaran yang sama. Artinya ada kebijakan yang tepat. Ini dulu yang realita dulu kita bahas. Kalau prediksi nanti kan BPS lagi.

Tapi sampai Oktober pokoknya shortage-nya jadi 1,4 juta ya?

Ini karena porak-poranda El Nino, kalau Januari-Oktober konsumsi. Selisih Januari-Oktober 1,6, ini prediksi. Coba di sini 1 bulan saja kita bina sekian. Dan ini artinya tanam. Baru saya dilantik kan, 3 bulan sebelumnya kan. 

Nah baru aku masuk nih. Baru ibaratkan pengenalan 3 bulan. Kan saya dilanti Oktober kan? Anggaplah saya November. Karena tanggal akhir bulan. Berarti 2 bulan yang lalu, ini jadinya.

Saya sudah katakan shortage-nya. Januari-Oktober-Maret. Waktu saya ditanya, pasti (ada shortage). Karena lihat tanaman kan, yang ditanam November rendah, Oktober rendah, pasti shortage ini.

Di sini baru aku kejar, positif kembali, di sini kemarin. Benihnya, pupuknya kurang. Kami dapat Juni, pupuk baru sempurna masuk. Positif, jadi rasional itu pekerjaannya.

Pak boleh cerita dikit nggak soal teknologi yang masuk untuk bisa memitigasi, meminimalisir risiko-risiko eksternal untuk produksi beras ini?

Pertama, pompa. Apa tujuannya? Solusi paling cepat adalah pompa. Pompa hari ini, hari ini tanam. Benar nggak? Jadi kami pompa air yang mengalir sepanjang tahun, sungai Cimanuk.
Sungai Begawan Solo, sungai Musi, kita pompa airnya naik. Lucu kan, ada air di sungai, tetapi sawah kita kekeringan. Nah kami pompa, tanamnya dulu 1 kali, jadi 2 kali, 3 kali.

Naik nggak produksi? Naik kan, ini datanya. Jadi, apa namanya, sinkron betul. Apa yang kita lakukan itu linear, jadi antara tindakan dengan hasil itu linear. Kita pompanisasi upaya ini, hasilnya oleh BPS, BPS yang menilai.

Yang berikutnya, alat mesin pertanian yang keberikutnya, benih unggul. Kita siapkan yang ditanya tadi, strategi. Kemudian oplah (optimalisasi lahan), rawa yang kita optimalkan. Nah kemudian, extensifikasi. Ini semua yang untuk memitigasi risiko El Nino ini, yang kita lakukan.

Dan langkahnya tepat. Kenapa tepat? Jadi ini sudah berbicara hasil, karena kita sudah kerjakan. Kalau ini minus atau lebih rendah, sama saja, berarti biasa aja, tidak berdampak. 

Sama aja sebenarnya sudah bagus. Kenapa? Karena ada El Nino kan? Sebelumnya tidak ada kan? Nah apalagi lebih tinggi, berarti ini ada sesuatu, sesuatu kebijakan sangat tepat.(*)

Posting Komentar untuk "Blak-blakan Mentan soal Proyek Cetak Sawah 3 Juta Ha"