Jakarta Media Duta, - Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) menyoroti berbagai kasus dosen yang berupaya mendapatkan jabatan guru besar dengan cara tidak wajar. Mereka melakukan segala cara sehingga terjadi pelanggaran integritas akademik.
Sebagai contoh mulai dari plagiarisme, pembajakan nama, pemalsuan dokumen, penulisan artikel di jurnal predator, pabrikasi artikel, hingga penggunaan jasa joki artikel," kata Ketua FGB ITB, Mindriany Syafila, dalam rilis resmi, pada Selasa 9 Juli 2024.
Menurut Mindriany, memperoleh jabatan Profesor dengan cara yang tidak etis akan merusak kepercayaan masyarakat Indonesia dan internasional terhadap integritas jabatan tersebut. Pelanggaran itu secara signifikan juga bisa menurunkan standar akademik dan reputasi institusi pendidikan tinggi di Indonesia.
"Perilaku tanpa etika ini telah mengancam marwah Guru Besar dan nilai-nilai luhur kegurubesaran yang dengan sendirinya menghancurkan marwah pendidikan tinggi," kata Mindriany.
Diterbitkannya UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 72 ayat (5) memang membuka lebar peluang bagi dosen tidak tetap untuk menjadi Profesor. Syaratnya, calon itu diusulkan oleh Perguruan Tinggi dan memiliki kompetensi luar biasa.
Menurut Mindriany, kompetensi luar biasa ini semestinya diartikan sebagai pengetahuan implisit dari pengalaman yang dapat diterjemahkan secara ilmiah menjadi eksplisit. Sehingga memiliki dampak besar bagi ilmu pengetahuan maupun masyarakat dan pertumbuhan keilmuan.
"Namun ternyata belum demikian, maka tidak mengherankan banyak pihak yang mendapatkan jabatan profesor, meskipun mereka tidak berkarir sebagai dosen tetap di Perguruan Tinggi," kata dia.
Ia menegaskan, guru besar adalah jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap, yang didapatkan melalui pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat.
Jabatan itu diperoleh melalui sebuah proses penilaian yang terstruktur, bertahap, berjenjang dan bertanggung jawab, dengan menjaga secara ketat kualitas, objektivitas serta reputasi karya ilmiah yang dihasilkan. Sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mendapatkannya.
Di samping tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas akademik, seorang Profesor adalah penjaga moral di sebuah Perguruan Tinggi. Karena itu, mendapatkan jabatan Profesor harus dilakukan dengan cara-cara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, khususnya integritas akademik.
Belakangan deretan nama pejabat publik menjadi sorotan, lantaran ditemukan kejanggalan proses yang dilewati untuk mendapat gelar guru besar atau profesor. Dari deretan nama itu, ada golongan politikus hingga jaksa. Bambang Soesatyo atau Bamsoet sapaannya, ia termasuk salah satu dari deretan nama itu.
Ketua MPR RI itu sedang berambisi menjadi calon guru besar di Universitas Borobudur. Ia saat ini sedang menunggu hasil tes untuk mendapat sertifikasi dosen.
Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur, Faisal Santiago, mengatakan Universitas Borobudur yang akan mengusulkan Bambang menjadi guru besar. Pengusulan itu dilakukan dengan mekanisme loncat jabatan. Sebab, jabatan akademik Bamsoet sebagai dosen masih di jenjang lektor.
“Dalam aturan boleh loncat yang penting ada artikel yang masuk dalam jurnal bereputasi Scopus,” kata Faisal ditemui di Widya Chandra III, Jakarta, Senin 17 Juni 2024.
Adapun jabatan akademik dosen dimulai dari jenjang Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar. Dikutip dari laman resmi MPR RI, Bamsoet menjadi dosen tetap pascasarjana pada program studi doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur pada Juni 2023 dengan pangkat lektor.
Dikutip dari Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Akademik/Pangkat Dosen (PO PAK) yang dikeluarkan Dirjen Dikti pada 2019, dosen yang ingin mengajukan loncat jabatan dari lektor ke guru besar, harus mempublikasikan sekurang-kurangnya empat artikel ilmiah di jurnal bereputasi internasional.
Syarat lain, dosen minimal harus mengajar selama 10 tahun. Ada juga syarat lain seperti memiliki sertifikasi dosen (serdos), memiliki gelar doktor (S3), menunggu paling singkat 3 tahun setelah memperoleh gelar doktor, dan sudah menduduki jabatan Lektor selama paling singkat dua tahun.
Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Gunadi, mengatakan, Bambang tidak bisa melakukan loncat jabatan untuk menjadi guru besar. Bambang harus naik menjadi lektor kepala dahulu. Setelah itu baru bisa mengajukan guru besar.
“Itu aturan lama (yang digunakan Bamsoet). Siapa yang mau naik jabatan akademik tidak boleh lompat,” kata Gunadi saat dihubungi, Kamis 20 juni 2024.
Aturan yang dimaksud Gunadi terdapat di dalam Keputusan Menteri Nomor 209/P/2024 tentang Petunjuk Teknis Layanan Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karier Dosen atau PO PAK 2024 yang berlaku pada 15 Mei 2024. Dalam aturan itu, hanya diatur tahapan kenaikan jabatan akademik lektor kepala ke guru besar dan asisten ahli ke lektor. (*)
Posting Komentar untuk "Forum Guru Besar ITB, Banyak Dosen Ambil Jalan Pintas Jadi Guru Besar"