Jakarta, Media Duta, Penyelenggaraan ibadah haji 2024 menuai kritik tajam buntut keluhan dari banyak jemaah Indonesia atas pelayanan yang cenderung memprihatinkan.
Kritik datang dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR yang mengungkapkan kondisi akomodasi jemaah yang memprihatinkan. Tenda jemaah haji Indonesia minim kapasitas hingga layanan toilet yang antre berjam-jam.Ketua Timwas Haji Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyayangkan tenda sempit membuat ruang gerak jemaah tak lebih dari 1 meter. Kondisi ini mengakibatkan banyak jemaah yang tidak kebagian tempat tidur di dalam tenda. Tak cuma masalah tenda, kondisi toilet jadi keluhan jemaah RI lantaran jemaah bisa antre berjam-jam.Tak cuma tahun ini saja, persoalan haji juga sempat terjadi pada tahun 2023 lalu. Kala itu terjadi persoalan akomodasi dan transportasi jemaah haji selama Armuzna tidak terkelola dengan baik.
Hal ini membuat banyak jemaah haji asal Indonesia telantar Muzdalifah hingga kesulitan mendapatkan makanan.Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Ade Marfuddin menyoroti fasilitas layanan haji yang disediakan oleh pemerintah tak sebanding dengan biaya besar yang sudah dikeluarkan jemaah."Dan ini tamu Allah yang dibawa. Dan mereka berbayar semua. Jasa ini kan pelayanan. Akan sangat naif, uang besar tapi pelayanan masih kurang diperhatikan dan masih carut-marut," kata Ade kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/6).Ade menganggap belum ada manajemen pelayanan haji yang ditata secara komprehensif oleh pemerintah selama ini. Akibatnya, penyelenggaraan haji tiap tahun pasti ada kekurangan yang berulang di sana sini.Ia mencontohkan tahun lalu terdapat kasus jemaah telantar di Muzdalifah hingga kesulitan mendapatkan makanan. Kemudian tahun ini mencuat persoalan fasilitas tenda jemaah di Mina yang minim kapasitas.Ia menyarankan supaya pemerintah mampu melakukan pemetaan mitigasi haji di prosesi mana saja yang berisiko tinggi dan rendah. Baginya, wilayah Arafah, Muzdalifah, dan Mina. (Armuzna) harus menjadi perhatian serius oleh Kemenag lantaran persoalan terus berulang."Mana yang berpotensi crowded tiap tahun harusnya dipisahkan. Ada zona merah dan biru. Yang biru biar saja dia sudah aman. Perhatikan dan fokus ke zona merah," kata Ade."Selalu tiap tahun muncul di lubang ini bolong, lubang di sana ditutup, lubang sini ditutup, muncul lagi lubang lain. Ini kan dari sisi manajemen itu berarti tidak ada penyelesaian secara komprehensif. Belum tersistem dengan baik," tambahnya.Khusus persoalan Mina, Ade menyoroti perlunya bangunan bertingkat untuk tempat berdiam bagi para jemaah haji. Sebab, ia menyadari wilayah Mina sangat terbatas bagi jemaah.Ia juga mengeluhkan pemerintah tak lagi menggunakan Mina Jadid seperti prosesi haji tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ade, keputusan pemerintah tak lagi menggunakan Mina Jadid membuat membuat para jemaah mengalami penumpukan.Sebelumnya, Kemenag memutuskan jemaah haji Indonesia tak lagi ditempatkan di Mina Jadid, melainkan di wilayah Muaishim. Kemenag beralasan lokasi ini diambil agar tidak terlalu jauh dengan Jamarat.
Kemenag juga mengatakan ada perbedaan pendapat Mina Jadid tidak sah untuk melakukan wukuf karena berbatasan dengan Muzdalifah."Nah ini apakah upaya maksimal atau tidak? Menurut saya tak maksimal. Karena membuang Mina Jadid, jemaah dibuang ke Mina lama, ini Mina lama jadi penumpukan. Ini antisipasi keliru menurut saya dalam sebuah manajemen," kata dia.Ade lantas meminta Pemerintah menyisir tiap persoalan di Armuzna sehingga dapat membuat manajemen haji yang permanen. Ia juga berharap pemerintah Indonesia berdialog dengan otoritas Arab Saudi secara komprehensif untuk peningkatan layanan jemaah."Sehingga tak tiap tahun kita berkutat pada persoalan layanan seperti ini. Ini juga enggak bisa di selesaikan sepihak. Maka Indonesia harus duduk bareng. Bangun G to G dan B to B harus komprehensif.
Duduk bareng, kita jangan serakah tambah kuota tapi sementara layanannya tak diperhatikan. Ini kan yang jadi sorotan Timwas DPR," kata dia.(*)
Posting Komentar untuk "Karut Marut Pelayanan Haji Berulang, Tak Sebanding Biaya Besar Jemaah Yang Dibayar"