Kerusuhan Mei 1998 merupakan bagian kelam dalam sejarah Indonesia, di mana terjadi pelanggaran HAM secara besar-besaran. Peristiwa ini menandai akhir dari pemerintahan Soeharto dan awal dari semangat reformasi.
Dimulai dengan puluhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto dan menyerukan reformasi nasional.
Pada Mei 1998, Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya lengser. Gerakan mahasiswa UI yang menolak pidato pertanggungjawaban Soeharto di Gedung DPR/MPR menjadi pemicu utama.
Meskipun demikian, pada 11 Maret 1998, Soeharto dan BJ Habibie tetap dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian, pada 14 Maret 1998, mereka membentuk "Kabinet Pembangunan VII."
Seperti petinju yang terpojok di sudut ring setelah menerima pukulan bertubi-tubi, posisi Soeharto semakin terdesak. Tiran Orde Baru ini tinggal menunggu waktu untuk jatuh KO.
Pada 18 Mei 1998, mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, membuat tuntutan agar Soeharto mundur semakin serius. Pada hari yang sama, Ketua DPR/MPR Harmoko, yang dua bulan sebelumnya masih mendukung pencalonan Soeharto, mendesak presiden untuk mundur.
Akhirnya, Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan setelah mendapat tekanan dari gerakan reformasi yang dipimpin oleh mahasiswa. Demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia juga berperan penting dalam membawa negara ini memasuki era reformasi.
Berikut kilas balik peristiwa 18 Mei 1998:
Mahasiswa Geruduk Gedung DPR dan MPR
Mahasiswa mulai menduduki gedung DPR/MPR, yang dipenuhi sorak-sorai ribuan mahasiswa, puluhan cendekiawan, dan beberapa pensiunan jenderal. Mereka menuntut reformasi dan mendesak presiden untuk mempertanggungjawabkan tindakannya serta mundur dari jabatannya.
Menjelang sore, sekitar pukul 15.00, ratusan mahasiswa meninggalkan gedung DPR/MPR sambil menyanyikan yel-yel tentang reformasi yang mereka ciptakan sendiri.(*)
Posting Komentar untuk "Gerbang Reformasi 1998, Aksi Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Menjadi Awal Soeharto Lengser"