Foto: Warga Pinrang berdialog di kantor Bupati Pinrang terkait penolakan tambang pasir. (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Pinrang Media Duta Online, - Warga mendesak Bupati Pinrang Irwan Hamid mencabut izin usaha pertambangan (IUP) 13 perusahaan tambang pasir di sekitar Sungai Saddang, Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Masyarakat menolak operasional tambang di kawasan itu karena berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi warga.
Desakan itu mengemuka dalam demonstrasi yang digelar di Kantor Bupati Pinrang, Kamis (14/12). Massa aksi yang melakukan unjuk rasa berasal dari Desa Babaninanga dan Desa Salipolo, Kecamatan Duampanua, Pinrang.
"Di lokasi sungai (Saddang) itu ada aktivitas ekonomi. Dalam 3 bulan sekali mereka (warga) menangkap udang kecil atau balaeng," kata staf Divisi Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel Apandi kepada detikSulsel, Kamis (14/12/2023).
Apandi melanjutkan warga bisa meraup keuntungan yang besar dari hasil tangkapan udang di sungai tersebut. Namun kehadiran perusahaan tambang pasir dikhawatirkan mengganggu mata pencaharian masyarakat.
"Itu pendapatannya sampai Rp 8 juta per malam. Ketika itu ditambang maka itu akan hilang dengan sendirinya," tambahnya.
Apandi menambahkan kawasan Sungai Saddang harus tetap terjaga. Pasalnya lokasi itu dianggap sebagai kawasan konservasi yang wajib dilestarikan.
"Lokasi Sungai Saddang itu lokasi konservasi yang harus dipulihkan. Seharusnya pemerintah melakukan mitigasi bencana karena dalam setiap tahun lokasi itu terdampak banjir," tegas Apandi.
Pihaknya menyadari jika perusahaan tambang itu belum beroperasi di kawasan tersebut. Warga menyampaikan aspirasi sebagai bentuk antisipasi sebelum kerusakan terjadi.
Menurut Apandi, suara warga sangat menentukan perizinan operasional perusahaan. Tanggapan publik disebut salah satu kriteria yang dipersyaratkan untuk perizinan UKL-UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup).
"Memang belum ada yang beroperasi lagi, sebab syarat perizinan juga soal partisipasi publik tidak terpenuhi karena warga terus menolak sebagai dokumen untuk mengeluarkan izin UKL-UPL," ungkapnya.
Apandi melanjutkan, penolakan warga terhadap aktivitas tambang pasir di wilayah Sungai Saddang sudah lama terjadi. Dia mengatakan, warga kini menempuh aksi damai karena tidak mau demonstrasi kembali memicu kericuhan.
"Jadi penolakan warga ini sudah lama terjadi. Bahkan sejak tahun 2017 lalu dan itu sempat viral ada penolakan warga tahun 2019 lalu karena terjadi kericuhan," sebut Apandi.
Pihaknya berharap Pemkab Pinrang bisa menerima aspirasi masyarakat. Warga meminta agar tidak ada aktivitas tambang di lahan seluas 480 hektare di kawasan Sungai Saddang.
"Tuntutan warga menolak tambang dan meminta izin 13 perusahaan tambang itu segera dicabut. Total lahan dari 13 perusahaan itu mencapai 480 hektare," tegasnya.
Penjelasan DLH Pinrang
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pinrang Sudirman menerima aspirasi warga yang berunjuk rasa. Dia lantas menjelaskan soal kewenangan perizinan aktivitas tambang.
"Kami jelaskan bahwa persoalan tambang itu kewenangan tidak ada di kabupaten, semua sudah diambil alih provinsi," ujar Sudirman.
Sudirman mengaku akan meneruskan aspirasi warga ke Pemprov Sulsel. Dia berharap operasional tambang pasir di kawasan Sungai Saddang dikaji ulang.
"Jadi kami akan menyurat ke provinsi seperti tuntutan warga agar pihak dari Provinsi Sulsel yang turun dan melihat kondisi daerah yang akan ditambang," imbuhnya. (sar/hsr)
"Di lokasi sungai (Saddang) itu ada aktivitas ekonomi. Dalam 3 bulan sekali mereka (warga) menangkap udang kecil atau balaeng," kata staf Divisi Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel Apandi kepada detikSulsel, Kamis (14/12/2023).
Apandi melanjutkan warga bisa meraup keuntungan yang besar dari hasil tangkapan udang di sungai tersebut. Namun kehadiran perusahaan tambang pasir dikhawatirkan mengganggu mata pencaharian masyarakat.
"Itu pendapatannya sampai Rp 8 juta per malam. Ketika itu ditambang maka itu akan hilang dengan sendirinya," tambahnya.
Apandi menambahkan kawasan Sungai Saddang harus tetap terjaga. Pasalnya lokasi itu dianggap sebagai kawasan konservasi yang wajib dilestarikan.
"Lokasi Sungai Saddang itu lokasi konservasi yang harus dipulihkan. Seharusnya pemerintah melakukan mitigasi bencana karena dalam setiap tahun lokasi itu terdampak banjir," tegas Apandi.
Pihaknya menyadari jika perusahaan tambang itu belum beroperasi di kawasan tersebut. Warga menyampaikan aspirasi sebagai bentuk antisipasi sebelum kerusakan terjadi.
Menurut Apandi, suara warga sangat menentukan perizinan operasional perusahaan. Tanggapan publik disebut salah satu kriteria yang dipersyaratkan untuk perizinan UKL-UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup).
"Memang belum ada yang beroperasi lagi, sebab syarat perizinan juga soal partisipasi publik tidak terpenuhi karena warga terus menolak sebagai dokumen untuk mengeluarkan izin UKL-UPL," ungkapnya.
Apandi melanjutkan, penolakan warga terhadap aktivitas tambang pasir di wilayah Sungai Saddang sudah lama terjadi. Dia mengatakan, warga kini menempuh aksi damai karena tidak mau demonstrasi kembali memicu kericuhan.
"Jadi penolakan warga ini sudah lama terjadi. Bahkan sejak tahun 2017 lalu dan itu sempat viral ada penolakan warga tahun 2019 lalu karena terjadi kericuhan," sebut Apandi.
Pihaknya berharap Pemkab Pinrang bisa menerima aspirasi masyarakat. Warga meminta agar tidak ada aktivitas tambang di lahan seluas 480 hektare di kawasan Sungai Saddang.
"Tuntutan warga menolak tambang dan meminta izin 13 perusahaan tambang itu segera dicabut. Total lahan dari 13 perusahaan itu mencapai 480 hektare," tegasnya.
Penjelasan DLH Pinrang
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pinrang Sudirman menerima aspirasi warga yang berunjuk rasa. Dia lantas menjelaskan soal kewenangan perizinan aktivitas tambang.
"Kami jelaskan bahwa persoalan tambang itu kewenangan tidak ada di kabupaten, semua sudah diambil alih provinsi," ujar Sudirman.
Sudirman mengaku akan meneruskan aspirasi warga ke Pemprov Sulsel. Dia berharap operasional tambang pasir di kawasan Sungai Saddang dikaji ulang.
"Jadi kami akan menyurat ke provinsi seperti tuntutan warga agar pihak dari Provinsi Sulsel yang turun dan melihat kondisi daerah yang akan ditambang," imbuhnya. (sar/hsr)
Posting Komentar untuk "Warga Desak Bupati Pinrang Cabut Izin 13 Perusahaan Tambang"