Foto: Sejumlah warga di Desa Karang-karangan, Luwu, sedang melakukan unjuk rasa. (dok.istimewa)
Luwu Media Duta Online,- Sejumlah warga di Desa Karang-karangan, Kecamatan Bua, Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan unjuk rasa terhadap PT Bumi Mineral Sulawesi (BTS) usai dituding menimbun lahan pelestarian. Warga mendesak pihak perusahaan tersebut untuk semena-mena.
"Kasihan sekali para petani, padinya dirusak padahal ini adalah tanahnya, ada sertifikatnya semua," ujar perwakilan warga pemilik lahan, Masrianto kepada wartawan, Jumat (15/9/2023).
Masrianto lantas menjelaskan duduk perkara sengketa lahan tersebut. Dia mengatakan warga sudah menguasai lahan di desa tersebut sejak 23 tahun lalu, namun PT BMS belakangan mengklaim sebagai pemilik lahan.
"Masyarakat yang ada di sini memiliki sertifikat tahun 2000 itu warga itu pegang. Sementara PT BMS ini, Bumi Mineral Sulawesi, Kalla Group ini mengklaim memiliki sertifikat tahun 2017," kata Masrianto.
"Ya kan kami lebih duluan, karena kemarin dulu dia mereka mau mengadakan penetapan tapal batas, belum dilakukan penetapan tapal batas oleh BPN, namun seolah-olah ini sudah mau melakukan eksekusi.
Lihat saja sendiri ada padi yang ditimbun, mereka merusak padi kami," cetusnya.
Masrianto mendesak pihak perusahaan agar menghargai proses yang sedang berjalan, termasuk dengan penetapan tapal batas oleh BPN.
Masrianto mendesak pihak perusahaan agar menghargai proses yang sedang berjalan, termasuk dengan penetapan tapal batas oleh BPN.
Dia menegaskan ke pihak perusahaan agar tidak mengambil tindakan seolah-olah hendak melakukan eksekusi dengan cara menimbun sawah petani.
"Kami sementara mengajukan penetapan tapal batas ke BPN nah tapi ini PT BMS seolah-olah mau eksekusi lahan padahal ini baru penetapan tapal batas, sementara masih ada langkah langkah yang harusnya dilewati," kata Masrianto.
"Toh misalnya nanti setelah dari pihak kami, pihak warga dilakukan penetapan tapal batas maka itu bisa dilanjutkan negosiasi, bagaimana kira-kira yang terbaiknya.
"Kami sementara mengajukan penetapan tapal batas ke BPN nah tapi ini PT BMS seolah-olah mau eksekusi lahan padahal ini baru penetapan tapal batas, sementara masih ada langkah langkah yang harusnya dilewati," kata Masrianto.
"Toh misalnya nanti setelah dari pihak kami, pihak warga dilakukan penetapan tapal batas maka itu bisa dilanjutkan negosiasi, bagaimana kira-kira yang terbaiknya.
Kami mau yang terbaik, tapi ini PT BMS seolah-olah memaksa kami, mau mengambil hak kami ini sangat sangat kami tidak terima," sambungnya.
Diketahui, aksi protes warga setempat sudah terjadi sejak beberapa hari terakhir. Aksi protes warga berlanjut pada saat Jusuf Kalla mendatangi lokasi pada Jumat (19/7).
Jusuf Kalla lantas menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah dibeli sejak tujuh tahun lalu. Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 tersebut menegaskan warga tak digusur.
"Yah kita harapkan dari pemuda di sini siap bekerja. Seperti anda tahu ada beberapa yang demo, itu proses menyuarakan HAM-lah.
Diketahui, aksi protes warga setempat sudah terjadi sejak beberapa hari terakhir. Aksi protes warga berlanjut pada saat Jusuf Kalla mendatangi lokasi pada Jumat (19/7).
Jusuf Kalla lantas menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah dibeli sejak tujuh tahun lalu. Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 tersebut menegaskan warga tak digusur.
"Yah kita harapkan dari pemuda di sini siap bekerja. Seperti anda tahu ada beberapa yang demo, itu proses menyuarakan HAM-lah.
Itu lahan sudah dibeli 6 tahun lalu, tahun 2016 berarti sudah 7 tahun. Itu semua dibeli kepada pemiliknya dan yang mendemo yah tentu kita hargai demonya," kata Jusuf Kalla kepada wartawan.
Dia mengatakan pihaknya tidak akan merampas hak masyarakat karena tanah itu memang telah dibeli. Belakangan tanah itu akan dibangun pabrik smelter.
"Itu tidak punya misalnya mana surat suratnya, tidak ada (karena sudah dibeli). Kita beda dengan di daerah lain yang memang rakyat diini, bukan digusur tapi dibeli, sudah 7 tahun lalu.
Dia mengatakan pihaknya tidak akan merampas hak masyarakat karena tanah itu memang telah dibeli. Belakangan tanah itu akan dibangun pabrik smelter.
"Itu tidak punya misalnya mana surat suratnya, tidak ada (karena sudah dibeli). Kita beda dengan di daerah lain yang memang rakyat diini, bukan digusur tapi dibeli, sudah 7 tahun lalu.
Cuman karena pembangunan pabrik bertahap, jadi belum dipakai, nah sekarang mau dipakai karena kita sekarang membangun ke pabrik yang kedua," ungkapnya. (*)
Posting Komentar untuk " PT Bumi Mineral Sulawesi Rusak Padi Petani"