Jakarta Media Duta Online, - KPK kembali mendakwa pejabat Mahkamah Agung (MA) dalam kasus suap perkara. Kali ini yang didakwa adalah hakim yang juga asisten hakim agung Takdir Rahmadi, Edy Wibowo.
Terungkap ada sejumlah uang dibagi-bagi di ruang kerjanya! Hal itu terungkap dalam dakwaan yang dilansir website Pengadilan Negeri (PN) Bandung sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (6/6/2023).
Diceritakan kasus bermula saat Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar digugat pailit. PN Makassar lalu menjatuhkan pailit terhadap RS Sandi Karsa pada 24 Mei 2022 dengan segala akibat hukumnya.Untuk menyelamatkan RS Sandi Karsa, Ketua Pengurus Yayasan RS Sandi Karsa, Wahyudi Hardi memutar otak agar RS tidak pailit. Lalu dicari jalan haram yaitu menyuap MA agar membatalkan pailit itu.
"Wahyudi Hardi bertemu dengan Syarifuddin Umar selaku mantan hakim dan Irwan Munim seorang penasihat hukum untuk membicarakan terkait rencana pengurusan permohonan perkara kasasi," ujar Jaksa KPK.
Syarifuddin Umar mengontak pensiunan pejabat MA, Ramli Sidik dan mendapatkan rekomendasi nama Muhajir Habibie sebagai orang yang bisa mengurus kasasi lewat 'jalan belakang'. Bertemulah Ramli Sidik dan Muhajir Habibie dan Muhajir Habibie siap 'mengurus' kasus pailit itu.
Perkara itu lalu masuk ke MA dengan nomor 1262K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Ketua Muda MA I Gusti Agung Sumanatha menunjuk majelis kasasi yaitu ketua majelis hakim agung Takdir Rahmadi dan anggota majelis hakim agung Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati. Nah, untuk panitera pengganti ditunjuk Edy Wibowo.
Sejurus kemudian, Muhajir Habibie 'bergerilya' bertemu Wahyudi Hardi dan meminta 'dana pemenangan perkara' Rp 500 juta.
"Wahyudi Hardi bertemu dengan Syarifuddin Umar selaku mantan hakim dan Irwan Munim seorang penasihat hukum untuk membicarakan terkait rencana pengurusan permohonan perkara kasasi," ujar Jaksa KPK.
Syarifuddin Umar mengontak pensiunan pejabat MA, Ramli Sidik dan mendapatkan rekomendasi nama Muhajir Habibie sebagai orang yang bisa mengurus kasasi lewat 'jalan belakang'. Bertemulah Ramli Sidik dan Muhajir Habibie dan Muhajir Habibie siap 'mengurus' kasus pailit itu.
Perkara itu lalu masuk ke MA dengan nomor 1262K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Ketua Muda MA I Gusti Agung Sumanatha menunjuk majelis kasasi yaitu ketua majelis hakim agung Takdir Rahmadi dan anggota majelis hakim agung Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati. Nah, untuk panitera pengganti ditunjuk Edy Wibowo.
Sejurus kemudian, Muhajir Habibie 'bergerilya' bertemu Wahyudi Hardi dan meminta 'dana pemenangan perkara' Rp 500 juta.
Uang itu disanggupu dan diberikan Wahyudi Hardi dalam dua termin. Yaitu termin pertama di Makassar sebesar Rp 250 juta pada 25 Agustus 2022. Dan termin kedua di rumah Muhajir Habibie di Pondok Gede pada 5 September 2022.
Uang dalam pecahan SGD itu diserahkan ke staf Takdir Rahmadi. Albasri di tangga darurat Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Uang dalam pecahan SGD itu diserahkan ke staf Takdir Rahmadi. Albasri di tangga darurat Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Albasri meminta uang diberikan dalam bentuk rupiah. Muhajir Habibie secepat kilat meluncur ke sebuah tempat penukaran uang di Pasar Baru, Jakarta Pust.
"Setelah itu, bertempat di ruang kerja Albasri di Kantor Mahkamah Agung RI, Muhajir Habibie menyerahkan uang dalam pecahan rupiah sejumlah Rp 500 juta kepada Albasri," urai KPK.
Sepekan setelahnya atau 14 September 2022, Takdir Rahmadi cs menyidangkan perkara tersebut. Hasilnya sesuai harapan penyuap yaitu pailit dibatalkan Takdir Rahmadi. Sehari setelah putusan diketok, Edy Wibowo menerima uang suap dari Albasri.
"Pada 15 September 2022 bertempat di ruang kerja Terdakwa lantai 10 Kantor Mahkamah Agung RI, Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 500 juta dari Albasri. Selanjutnya Terdakwa memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada Albasri.
"Setelah itu, bertempat di ruang kerja Albasri di Kantor Mahkamah Agung RI, Muhajir Habibie menyerahkan uang dalam pecahan rupiah sejumlah Rp 500 juta kepada Albasri," urai KPK.
Sepekan setelahnya atau 14 September 2022, Takdir Rahmadi cs menyidangkan perkara tersebut. Hasilnya sesuai harapan penyuap yaitu pailit dibatalkan Takdir Rahmadi. Sehari setelah putusan diketok, Edy Wibowo menerima uang suap dari Albasri.
"Pada 15 September 2022 bertempat di ruang kerja Terdakwa lantai 10 Kantor Mahkamah Agung RI, Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 500 juta dari Albasri. Selanjutnya Terdakwa memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada Albasri.
Kemudian Albasri memberikan uang sebesar Rp 10 juta kepada Muhajir Habibie dari uang bagian Albasri. Sehingga Terdakwa menerima uang sebesar Rp 475 juta," papar jaksa KPK.
Apakah uang Rp 475 juta itu sampai ke hakim agung Takdir Rahmadi? Jaksa KPK tidak menceritakan lebih lanjut. Namun KPK telah memeriksa Takdir Rahmadi beberapa waktu lalu.
Di berkas terpisah, saat ini Ketua Pengurus Yayasan RS Sandi Karsa, Wahyudi Hardi juga duduk di kursi pesakitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Baca artikel detiknews, "KPK Ungkap Suap Dibagi-bagi di Ruang Asisten Hakim Agung Takdir Rahmadi". (Andi Saputra)
Apakah uang Rp 475 juta itu sampai ke hakim agung Takdir Rahmadi? Jaksa KPK tidak menceritakan lebih lanjut. Namun KPK telah memeriksa Takdir Rahmadi beberapa waktu lalu.
Di berkas terpisah, saat ini Ketua Pengurus Yayasan RS Sandi Karsa, Wahyudi Hardi juga duduk di kursi pesakitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Baca artikel detiknews, "KPK Ungkap Suap Dibagi-bagi di Ruang Asisten Hakim Agung Takdir Rahmadi". (Andi Saputra)
Posting Komentar untuk " Uang Suap Dibagi-bagi di Ruang Asisten Hakim Agung Takdir Rahmadi"