Jakarta Media Duta Online,- Delapan fraksi di DPR RI dengan tegas menolak sistem pemilu coblos partai setelah rumor putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mencuat, penolakan bahkan diwarnai dengan ancaman DPR ke MK. Ketua MK Anwar Usman pun memberi respons.
Para anggota DPR yang mewakili partainya untuk menyampaikan sikap menolak adalah Ketua F-Golkar Kahar Muzakir, Waketum Gerindra Habiburokhman, Waketum PAN Yandri Susanto, Ketua F-NasDem Roberth Rouw, Sekretaris F-PKB Fathan Subchi, Ketua Komisi II DPR F-Golkar Ahmad Doli Kurnia, Ketua F-Demokrat Eddhy Baskoro, Ketua F-PAN Saleh Daulay, dan Ketua F-PKS Jazuli Juwaini.
Pertemuan mayoritas fraksi di Senayan ini minus dari perwakilan Fraksi PDIP. Tak terlihat perwakilan F-PDIP dalam pertemuan tersebut yang diketahui mendukung pemilu coblos partai.
"Kami di sini ingin menyampaikan kami tetap menuntut bahwasanya sistem pemilu itu sistem terbuka," kata Ketua F-Golkar Kahar Muzakir saat konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).Kahar mengatakan tahapan pemilu sudah berjalan, terlebih para partai politik sudah mengirimkan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU. Sistem coblos partai, kata Kahar, juga akan merenggut hak konstitusional para bacaleg untuk dipilih.
"Sistem terbuka itu sudah berlaku sejak lama dan kemudian kalau itu mau dirubah sekarang proses pemilu sudah berjalan.
Pertemuan mayoritas fraksi di Senayan ini minus dari perwakilan Fraksi PDIP. Tak terlihat perwakilan F-PDIP dalam pertemuan tersebut yang diketahui mendukung pemilu coblos partai.
"Kami di sini ingin menyampaikan kami tetap menuntut bahwasanya sistem pemilu itu sistem terbuka," kata Ketua F-Golkar Kahar Muzakir saat konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).Kahar mengatakan tahapan pemilu sudah berjalan, terlebih para partai politik sudah mengirimkan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU. Sistem coblos partai, kata Kahar, juga akan merenggut hak konstitusional para bacaleg untuk dipilih.
"Sistem terbuka itu sudah berlaku sejak lama dan kemudian kalau itu mau dirubah sekarang proses pemilu sudah berjalan.
Kita sudah menyampaikan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU, setiap partai politik itu calegnya itu dari DPRD kabupaten, kota, provinsi, DPR RI, jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang," terang Kahar.
"Jadi kalau ada 15 parpol itu ada 300 ribu orang. Nah mereka ini kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih kalau menggunakan sistem tertutup. Maka kita minta supaya tetap sistemnya terbuka," lanjutnya.
Ancaman DPR ke MK
Ancaman itu dilontarkan anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman yang juga hadir dalam konpers 8 fraksi DPR.
"Jadi kalau ada 15 parpol itu ada 300 ribu orang. Nah mereka ini kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih kalau menggunakan sistem tertutup. Maka kita minta supaya tetap sistemnya terbuka," lanjutnya.
Ancaman DPR ke MK
Ancaman itu dilontarkan anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman yang juga hadir dalam konpers 8 fraksi DPR.
Dia menegaskan pihaknya bisa mengubah undang-undang terkait MK jika hakim MK memutuskan mengubah sistem Pemilu.
Habiburokhman awalnya menyatakan DPR tak ingin unjuk kekuasaan. Namun, dia mengingatkan semua pihak bahwa DPR punya kewenangan sebagai lembaga legislatif.
"Ya, jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif, kami juga punya kewenangan," kata Habiburokhman dalam konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5).
"Apabila MK berkeras untuk memutus (sistem coblos partai) ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting kita juga ada kewenangan," lanjutnya.
Habiburokhman lantas mengingatkan MK bahwa DPR bisa merevisi UU MK dan mencabut kewenangan MK.
"Kalau perlu UU MK juga kita ubah, kita cabut kewenangannya, akan kita perbaiki supaya tidak terjadi begini lagi," ungkap Habiburokhman.
Jawaban Anwar Usman
Anwar Usman pun merespons ancaman DPR itu. Anwar meminta para legislator menunggu putusan MK nanti.
"Ah, itu nanti lihat saja, apa putusan MK ya. Tunggu saja. Insyaallah dalam waktu dekat (putusan)," kata Anwar usai upacara Hari Lahir Pancasila di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2023).Anwar mengatakan tidak ada batasan waktu kapan putusan tersebut akan inkrah. Namun, diharapkan bulan Juni sudah ada keputusan sistem pemilu.
"Ya mudah-mudahan (bulan Juni). Mudah-mudahan, ikuti saja. Kalau pengujian undang-undang itu batas waktunya nggak ada. Itu tergantung juga dari para pihak, jadi bukan hanya tergantung dari MK.
Habiburokhman awalnya menyatakan DPR tak ingin unjuk kekuasaan. Namun, dia mengingatkan semua pihak bahwa DPR punya kewenangan sebagai lembaga legislatif.
"Ya, jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif, kami juga punya kewenangan," kata Habiburokhman dalam konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5).
"Apabila MK berkeras untuk memutus (sistem coblos partai) ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting kita juga ada kewenangan," lanjutnya.
Habiburokhman lantas mengingatkan MK bahwa DPR bisa merevisi UU MK dan mencabut kewenangan MK.
"Kalau perlu UU MK juga kita ubah, kita cabut kewenangannya, akan kita perbaiki supaya tidak terjadi begini lagi," ungkap Habiburokhman.
Jawaban Anwar Usman
Anwar Usman pun merespons ancaman DPR itu. Anwar meminta para legislator menunggu putusan MK nanti.
"Ah, itu nanti lihat saja, apa putusan MK ya. Tunggu saja. Insyaallah dalam waktu dekat (putusan)," kata Anwar usai upacara Hari Lahir Pancasila di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2023).Anwar mengatakan tidak ada batasan waktu kapan putusan tersebut akan inkrah. Namun, diharapkan bulan Juni sudah ada keputusan sistem pemilu.
"Ya mudah-mudahan (bulan Juni). Mudah-mudahan, ikuti saja. Kalau pengujian undang-undang itu batas waktunya nggak ada. Itu tergantung juga dari para pihak, jadi bukan hanya tergantung dari MK.
Ini terkait dengan itu UU Pemilu, khusus mengenai proporsional terbuka dan tertutup itu pihak terkaitnya ada sekitar 15," jelasnya.
Awal Mula Muncul Rumor Putusan MK. Perihal putusan sistem pemilu ini awalnya diungkap Denny Indrayana. Dia mengaku mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja.
Awal Mula Muncul Rumor Putusan MK. Perihal putusan sistem pemilu ini awalnya diungkap Denny Indrayana. Dia mengaku mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja.
Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting," ucap Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5).
Dia mengklaim informasi itu bersumber dari pihak yang sangat dipercayainya. Dia mengatakan sistem coblos gambar partai membuat Pemilu menjadi seperti masa Orde Baru (Orba).Denny Klaim Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara
Terkait polemik informasi yang dia dapat itu, Denny mengklaim tidak ada rahasia negara yang bocor.
"Saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik.
Dia mengklaim informasi itu bersumber dari pihak yang sangat dipercayainya. Dia mengatakan sistem coblos gambar partai membuat Pemilu menjadi seperti masa Orde Baru (Orba).Denny Klaim Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara
Terkait polemik informasi yang dia dapat itu, Denny mengklaim tidak ada rahasia negara yang bocor.
"Saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik.
Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5/2023).
Denny mengatakan dirinya menggunakan frasa 'mendapat informasi'. Selain itu, lanjut dia, tidak ada putusan MK yang dibocorkan sebelum dibacakan.
"Saya sudah secara cermat memilih frasa, '... mendapatkan informasi', bukan '... mendapatkan bocoran'. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, '... MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," kata Denny.
"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud Md.
Denny mengatakan dirinya menggunakan frasa 'mendapat informasi'. Selain itu, lanjut dia, tidak ada putusan MK yang dibocorkan sebelum dibacakan.
"Saya sudah secara cermat memilih frasa, '... mendapatkan informasi', bukan '... mendapatkan bocoran'. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, '... MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," kata Denny.
"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud Md.
Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari 'Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," sambung dia.(zap/isa)
Posting Komentar untuk " Delapan Fraksi DPR RI Ancam Cabut Wewenang MK"