Kepala Seksi Intel Kejari Palembang, Budi Mulya mengatakan, kedua tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut diduga menggunakan wewenangnya untuk menerbitkan sertifikat tanah pada program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL) yang digagas Presiden Joko Widodo.
"Tahun 2019 lalu, masyarakat di Kelurahan Karya Jaya Palembang mengajukan program PTSL untuk mendapat sertifikat. Namun, pengajuan dari masyarakat itu ternyata tidak diproses," ujar Budi Mulya, Senin (7/3/2022).
Budi menjelaskan, kedua tersangka yakni Ahmad Zairil selaku pejabat Hubungan Hukum BPN Palembang yang juga Ketua Panitia Adjudifikasi PTSL 2019, dan Joke sebagai Kasi Penataan dan Pemberdayaan di BPN Kota Palembang, telah menyelewengkan kebijakan.
Mereka tidak memproses PTSL milik masyarakat yang telah diajukan pada 2019 lalu.
"Kedua tersangka menerbitkan sertifikat tanah seluas 100 hektare yang diduga untuk pihak-pihak tertentu.
Dari penerbitan sertifikat tanah 100 hektare tersebut, kedua tersangka menerima gratifikasi tanah yang luasnya puluhan hektare di Karya Jaya Kertapati," katanya.
Diungkapkan Budi, sejumlah saksi telah dihadirkan setelah penetapan tersangka. Para saksi yang dihadirkan merupakan mantan pejabat seperti Bendahara BPN Palembang tahun 2019 bernama Kiki Camelia Novanti.
Ketua Satgas Fisik PTSL Kota Palembang tahun 2019, M. Ardiansyah. "Ada 50 pertanyaan yang diajukan kepada saksi terkait kasus yang menjerat dua tersangka," katanya.
Diberitakan sbelumnya, Kejari Palembang telah memeriksa sejumlah saksi sekaligus mengamankan 200 dokumen dan satu komputer dari kantor BPN Palembang.
Menurut Budi, kasus penyelewengan PTSL ini menjadi atensi untuk memberantas mafia tanah. "Proses penanganan perkara ini juga sangat sejalan dengan instruksi Jaksa Agung, khususnya terkait mafia tanah," katanya. (Berli Zulkanedi)
Posting Komentar untuk "Kasus Mafia Tanah di BPN, Tersangka Tidak Pernah Proses Pengajuan Warga"